A.
Pelanggaran
Hak Cipta Bidang Musik
Pembajakan di bidang musik dan lagu makin memprihatinkan, terlebih saat ini
semakin mudah mendistribusikan lagu lewat internet. Bahkan penegakan hukum UU
Hak Cipta (HaKI) masih jauh dari yang diharapkan. Di lain sisi, setiap pemilik
hak cipta berhak mendapatkan perlindungan untuk setiap karyanya.
Persoalan inilah yang coba diangkat menjadi bahan perbincangan hangat dalam
diskusi “Pelanggaran Hak Cipta dan Penyebarluasan Musik MP3 melalui Internet”
di Gedung AHU Departemen Hukum dan HAM, Jumat (25/4/2008).
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), Dharma Oratmangun. Menurutnya, tata niaga industri musik di Indonesia sudah sangat primitif. “Bayangkan saja, lagu seorang kepala negara saja yaitu Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) tidak bisa dijaga oleh institusi hukum. Bagaimana dengan yang lain?” jelas Dharma memberikan contoh.
Mewakili PAPPRI, Dharma mengaku sudah mengadakan pertemuan dengan SBY dan membicarakan masalah pembajakan musik ini. SBY sendiri, lanjut Dharma, sangat concern dengan kasus pembajakan musik dan sudah memerintahkan PAPPRI untuk melakukan kajian-kajian mengenai masalah ini, termasuk tentang UU HaKI.
PAPPRI juga mendesak agar pemerintah mengatur dan segera melakukan restrukturisasi tata niaga industri musik di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa kalangan industri musik yang tidak mau transparan dalam pemberian royalti. Hal ini dikarenakan sistem kontrolnya tidak jalan.
“Parahnya lagi, ada industri yang tidak mau dikontrol. Padahal jelas-jelas mereka juga dirugikan. Kalau begini terus, lama-lama industri musik bisa mati,” ujarnya.
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), Dharma Oratmangun. Menurutnya, tata niaga industri musik di Indonesia sudah sangat primitif. “Bayangkan saja, lagu seorang kepala negara saja yaitu Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) tidak bisa dijaga oleh institusi hukum. Bagaimana dengan yang lain?” jelas Dharma memberikan contoh.
Mewakili PAPPRI, Dharma mengaku sudah mengadakan pertemuan dengan SBY dan membicarakan masalah pembajakan musik ini. SBY sendiri, lanjut Dharma, sangat concern dengan kasus pembajakan musik dan sudah memerintahkan PAPPRI untuk melakukan kajian-kajian mengenai masalah ini, termasuk tentang UU HaKI.
PAPPRI juga mendesak agar pemerintah mengatur dan segera melakukan restrukturisasi tata niaga industri musik di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa kalangan industri musik yang tidak mau transparan dalam pemberian royalti. Hal ini dikarenakan sistem kontrolnya tidak jalan.
“Parahnya lagi, ada industri yang tidak mau dikontrol. Padahal jelas-jelas mereka juga dirugikan. Kalau begini terus, lama-lama industri musik bisa mati,” ujarnya.
Kerugian terbesar yang ditimbulkan dalam pembajakan musik, menurut Dharma,
adalah matinya budaya kreativitas dalam industri musik Indonesia yang tidak bisa diukur
nilainya.( dwn / dwn )
B. Contoh Pelanggaran
Hak Cipta Bidang Periklanan
Namun, saat ini share (Membagi) suatu berita oleh Situs
berita sudah merupakan sebuah nilai yang akan menaikan jumlah kunjungan ke
situs berita itu sendiri, yang secara tidak langsung share(Membagi) berita ini
akan menaikan Page Rank situs berita dan mendatangkan pemasang iklan bagi situs
berita itu sendiri. Misalnya beberapa situs berita terkenal Indonesia menyediakan share
beritanya melalui facebook, twitter, lintasberita.com dan lain-lain.
Maka, share ini secara tidak langsung telah mengijinkan
orang lain untuk berbagi berita melalui media-media tersebut dengan syarat
mencantumkan sumber berita resminya. Maka dalam kasus ini, Hak Cipta sebuah
berita telah diizinkan oleh pemilik situs berita untuk di share melalui
media-media lain asalkan sumber resmi berita tersebut dicantumkan. Hal ini
sesuai dengan Pasal 14 c UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana : Tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta pengambilan berita aktual (berita yang
diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali diumumkan) baik seluruhnya
maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan Surat Kabar atau
sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara
lengkap.
C. Contoh Pelanggaran
Hak Cipta Bidang Arsitektur
Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta (“UU Hak Cipta”) menyatakan, jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan
kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap
sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain
antara kedua pihak.
Kemudian, dalam pasal 26 ayat (1) UU Hak Cipta juga diatur
bahwa Hak Cipta atas suatu ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama
kepada pembeli Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari pencipta
itu. Selanjutnya, dalam pasal 26 ayat (2) UU Hak Cipta ditambahkan, Hak Cipta
yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya
oleh penjual yang sama.
Jadi, yang penting untuk diperhatikan dalam permasalahan ini
adalah perjanjian antara arsitek dan perusahaan pemesan. Bagaimana isi
perjanjian antara kedua belah pihak tersebut? Apakah ada klausula yang
menentukan bahwa Hak Cipta atas arsitektur gedung tetap dipegang oleh
arsiteknya? Apabila tidak ada klausula tersebut, maka berdasarkan pasal 8 ayat
(3) UU Hak Cipta di atas, perusahaan anda sebagai pemesanlah adalah Pencipta
dan Pemegang Hak Cipta atas arsitektur bangunan tersebut. Demikian pula halnya
apabila perusahaan Anda sebagai pembeli Hak Cipta arsitektur dari arsitek
sebagai Pencipta, maka Hak Cipta dipegang oleh perusahaan Anda.
Apabila ternyata Anda yang menjadi pemegang Hak Cipta, maka
Anda dapat menggunakan arsitektur tersebut untuk membangun gedung lain. Tidak
ada keharusan untuk menggunakan arsitek yang sama, karena pemegang Hak Cipta
atas arsitektur tersebut adalah perusahaan Anda.
Lepas dari itu, menurut Belinda Rosalina dalam disertasi
doktoralnya, UU Hak Cipta sendiri belum menjelaskan penentuan
similaritas substansial sengketa karya arsitektur. Sehingga, belum ada tolak
ukur suatu karya dapat dinyatakan sebagai bentuk plagiarisme.
D . Contoh
Pelanggaran Hak Cipta Bidang Pasar Seni Dan Barang Antik
JEPARA - Dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan (SP3)
atas kasus dugaan pencurian hak cipta yang diduga dilakukan Christopher Guy Harrison,
pengusaha asal Inggris, oleh Polres Kudus, diprotes dan disesalkan LSM Celcius
Jepara.
Ketua LSM Celcius Didit Endro S dalam pers rilisnya kepada Radar Kudus, mengatakan bahwa selaku pihak yang selama ini mengawal kasus tersebut, merasa kecewa dengan adanya SP3 itu. ''Kami kecewa dengan SP3 Polres. Karena ini adalah kasus serius,'' jelasnya.
Kasus dugaan pencurian hak cipta itu, melibatkan Christopher pada tahun 2005 lalu. Bahkan, Christopher sempat ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Di mana ukiran Jepara dieksploitasi warga asing, sehingga pengrajin Jepara harus menanggung beban berat dalam menghadapi masalah tersebut. Di samping rugi secara finansial yang tidak sedikit, menurut Didit, masyarakat Jepara juga dirugikan dalam mempertahankan dan pelestarian sebuah karakteristik karya budaya masyarakat.
Didit mengatakan, dengan penghentian kasus ini, maka akan menjadi ancaman bagi para pengrajin Jepara, yang selama ini selama bertahun-tahun memproduksi kerajinan mebel asli daerah. Akibatnya kasus pencurian hak cipta dikhawatirkan akan kembali terjadi dan yang dirugikan pengrajin kecil di Jepara.
Arti penting hak cipta bagi kalangan pencipta karya seni dan pengusaha industri, menurut Didit, sebenarnya sudah jelas di atur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun yang saat ini menjadi perdebatan adalah bagaimana arti penting dan manfaat perlindungan untuk ekspresi budaya tradisional.
''Membahas perkara ekspresi budaya tradisional atau folklore, tidaklah bisa terlepas dari realitas komunitas tradisi yang mempraktikkan budaya tradisional tersebut secara turun temurun,'' jelas Didit.
Dalam kaitannya dengan masalah pencurian hak cipta, Didit mengatakan jika LSM Celsius mengaku telah lama melakukan kajian dan pengawalan. Baik di ranah hukum di kepolisian, maupun kajian secara undang-undang. Hasilnya, orang yang diduga sebagai pencuri hak cipta atas kerajinan Jepara itu, Christopher, telah ditetapkan sebagai DPO oleh Polres Jepara.
Akan tetapi, kata Didit, sampai saat ini orang yang dimaksud masih dapat berkeliaran keluar masuk Indonesia, tanpa ada pencekalan dan penangkapan. ''Oleh karenanya sebagai wujud dan komitmen dalam menuntaskan kasus ini, LSM Celcius dan berbagai lembaga jaringan mendesak kepada pihak berwajib, untuk melanjutkan kasus ini sebagai bukti keberpihakannya kepada masyarakat,'' tegasnya. (cw5/mer)
Ketua LSM Celcius Didit Endro S dalam pers rilisnya kepada Radar Kudus, mengatakan bahwa selaku pihak yang selama ini mengawal kasus tersebut, merasa kecewa dengan adanya SP3 itu. ''Kami kecewa dengan SP3 Polres. Karena ini adalah kasus serius,'' jelasnya.
Kasus dugaan pencurian hak cipta itu, melibatkan Christopher pada tahun 2005 lalu. Bahkan, Christopher sempat ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Di mana ukiran Jepara dieksploitasi warga asing, sehingga pengrajin Jepara harus menanggung beban berat dalam menghadapi masalah tersebut. Di samping rugi secara finansial yang tidak sedikit, menurut Didit, masyarakat Jepara juga dirugikan dalam mempertahankan dan pelestarian sebuah karakteristik karya budaya masyarakat.
Didit mengatakan, dengan penghentian kasus ini, maka akan menjadi ancaman bagi para pengrajin Jepara, yang selama ini selama bertahun-tahun memproduksi kerajinan mebel asli daerah. Akibatnya kasus pencurian hak cipta dikhawatirkan akan kembali terjadi dan yang dirugikan pengrajin kecil di Jepara.
Arti penting hak cipta bagi kalangan pencipta karya seni dan pengusaha industri, menurut Didit, sebenarnya sudah jelas di atur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun yang saat ini menjadi perdebatan adalah bagaimana arti penting dan manfaat perlindungan untuk ekspresi budaya tradisional.
''Membahas perkara ekspresi budaya tradisional atau folklore, tidaklah bisa terlepas dari realitas komunitas tradisi yang mempraktikkan budaya tradisional tersebut secara turun temurun,'' jelas Didit.
Dalam kaitannya dengan masalah pencurian hak cipta, Didit mengatakan jika LSM Celsius mengaku telah lama melakukan kajian dan pengawalan. Baik di ranah hukum di kepolisian, maupun kajian secara undang-undang. Hasilnya, orang yang diduga sebagai pencuri hak cipta atas kerajinan Jepara itu, Christopher, telah ditetapkan sebagai DPO oleh Polres Jepara.
Akan tetapi, kata Didit, sampai saat ini orang yang dimaksud masih dapat berkeliaran keluar masuk Indonesia, tanpa ada pencekalan dan penangkapan. ''Oleh karenanya sebagai wujud dan komitmen dalam menuntaskan kasus ini, LSM Celcius dan berbagai lembaga jaringan mendesak kepada pihak berwajib, untuk melanjutkan kasus ini sebagai bukti keberpihakannya kepada masyarakat,'' tegasnya. (cw5/mer)
E. Contoh Pelanggaran
Hak Cipta Bidang Desain
Perkara gugatan pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada
kemasan produk mesin cuci merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah Agung setelah
pengusaha Junaide Sasongko melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi. "Kita
akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), rencana besok (hari ini) akan
kami daftarkan," kata Angga Brata Rosihan, kuasa hukum Junaide. Meskipun
kasasi ke MA, Angga enggan berkomentar lebih lanjut terkait pertimbangan
majelis hakim yang tidak menerima gugatan kliennya itu. "Kami akan
menyiapkan bukti-bukti yang nanti akan kami tunjukan dalam kasasi,"
ujarnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengatakan
tidak dapat menerima gugatan Junaide terhadap Nurtjahja Tanudi-sastro, pemilik
PT Ansa Mandiri Pratama, distributor dan perakit produk mesin cuci merek TCL di
Indonesia. Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan tersebut antara lain gugatan
itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum tergugat, Andi Simangunsong,
menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut dia, adanya
putusan itu membuktikan tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan
logo cap jempol pada produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat
Nurtjahja karena menilai pemilik dari perusahaan distributor dan perakit produk
TCL di Indonesia itu telah menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci
merek TCL tanpa izin. Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi
sebesar Rp 144 miliar.
Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.
Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.
F. Contoh Pelanggaran Hak Cipta Bidang Desain Fashion
Mendesain bukanlah pekerjaan yang mudah tapi membajaknya
bukanlah hal yang sulit. Inilah yang menjadi ujian, godaan, sekaligus tantangan
terhadap tingkat kreatifitas bagi seorang desainer terutama desainer
komvis.
Seorang desainer komvis dituntut agar dapat melihat inti
permasalahan yang dihadapi, memahaminya, mengidentifikasi, menganalisa, lalu
mengusulkan pemecahan terhadap masalah tersebut. Desainer, tak ubahnya seperti
penjual jasa lainnya, seperti penjahit pakaian, ahli mesin bengkel, ataupun
pekerja rumah tangga. Desainer komvis pun juga menjual jasa, serangkaian jasa
pemecahan masalah melalui media visual. Perbedaannya desainer komvis harus
mampu berpikir kreatif, mencipta ide lalu menjualnya, mengubahnya menjadi
sesuatu yang mampu menghasilkan nilai tambah dan berarti. Kemampuan ini harus
disertai dengan kemampuan melihat dari sudut pandang yang berbeda, misalnya
mampu mengerti apa yang dirasakan konsumen atau pelanggan. Desainer juga harus
mampu menanamkan jiwa atau filosofi dalam setiap karya desainnya. Dengan begitu
diharapkan desainer komvis tidak hanya menjadi tukang yang tinggal menerima
perintah dalam istilah kasarnya.
Jelas tergambar dari sini bahwa untuk mendesain itu diperlukan
serangkaian proses yang rumit dan panjang hingga sampai ke tahap konsep atau
karya jadinya. Patut disayangkan bila proses rumit dalam desain menjadi tidak
dihargai oleh orang lain yang belum memahaminya. Sehingga beberapa orang dengan
begitu mudahnya cenderung meremehkan proses kerja dari otak kreatif dan memakan
waktu lama itu.
Perkembangan minat masyarakat terhadap dunia desain komvis,
terutama di kalangan generasi mudanya. Secara garis besar sebenarnya merupakan
hal yang positif, tapi di sisi lain malah memperketat persaingan yang tidak
sehat. Baik di antara para desainer maupun di kalangan lembaga pendidikan
sendiri. Lembaga pendidikan negeri maupun swasta yang berhubungan dengan dunia
seni maupun yang tidak berlomba untuk menyelenggarakan program studi desain
grafis atau sekarang dikenal sebagai Desain Komunikasi Visual. Sementara untuk
dapat mencantumkan gelar sarjana dalam seni, seorang harus makan waktu studi
4-5 tahun. Seseorang yang belajar di tempat kursus program desain hanya cukup
menghabiskan 1 tahun, dengan embel-embel siap kerja. Pendidikan desain yang
asal-asalan ini kemudian menghasilkan desainer amatir yang kurang
pengalaman.
Para desainer jenis ini
pada umumnya bersedia melakukan apa saja untuk meraih pekerjaan mendesain.
Mereka juga malas untuk melakukan riset mendalam dan hanya mengandalkan
komputer dan internet untuk mencari data pendukung. Kerasnya persaingan dan
ketatnya dead line kadang membuat desainer lekas merasa kehabisan ide, bukannya
melihat desain lain untuk mencari inspirasi demi menciptakan sesuatu yang baru.
Malah mereka menirunya nyaris sama persis atau menjiplaknya. Sementara sebagian
desainer bersungguh-sungguh dalam pengerjaan sebuah desain. Beberapa desainer
cukup merubah sedikit elemen-elemen pada desain karya orang lain agar
penampilan tampak berbeda atas nama adaptasi. Akibatnya secara tidak disengaja
ataupun disengaja gaya
desain mereka akan terlihat sangat mirip.
Dalam desain grafis juga dikenal istilah free pitching di
mana sejumlah awak desainer atau agensi dikumpulkan untuk menyediakan solusi
visual kreatif sebuah masalah yang dihadapi klien. Desainer diminta unjuk gigi
demi memperoleh pekerjaan dari klien. Acara ini semacam tender atau lelang atau
mungkin lebih mirip sayembara berhadiah tapi tanpa kepastian siapa pemenangnya.
Desain paling baik dari seorang desainer grafis belum tentu terpilih, terkadang
yang terpilih adalah yang mampu memberi harga terhemat. Masalahnya klien
sendiri kadang cukup sering mencomot ide dari beberapa desainer yang dianggap potensial
dalam forum free pitching tadi. Dengan beberapa modifikasi diklaimlah ide itu
menjadi milik mereka. Ide tersebut lalu diberikan pada pemenang pitching untuk
digarap lebih lanjut.
Itulah yang membuat kegiatan ini agak sia-sia dan menyita
waktu yang seharusnya bisa dialokasikan untuk mengerjakan hal lain. Bukan hanya
dari segi waktu, desainer juga dirugikan dari sisi kreatifitas. Anehnya
beberapa desainer atau agensi baik yang amatir maupun yang sudah matang ada
saja yang bersedia berpartisipasi dalam ajang perugian ini. Lihat betapa
mudahnya ide yang merupakan hasil proses kreatif otak dicuri begitu saja.
Sekaligus menunjukkan bahwa klien amat tidak menghargai pekerja desain.
Sayangnya Hak cipta hanya melindungi pencipta atas karya
seni atau desainnya. Tapi tidak idenya, sebab ide yang termasuk kategori
abstrak tidaklah dilindungi oleh UU Hak Cipta. Seseorang tidak dapat menuntut
seorang lainnya atas dasar pencurian ide. Apalagi jika ide hanya mirip, tidak
total sama persis.
Masalah ini tentu bisa menjadi sumber rasa frustasi dan
sakit hati dari desainer terutama mereka yang mementingkan orisinalitas ide
dalam berkarya. Walaupun sebenarnya yang harus dilakukan seorang desainer bila
ingin menyelamatkan idenya cukup dengan menungkan ide itu dalam bentuk
kongkrit. Catatan, sketsa, gambar, atau desain nyata, adalah beberapa contoh
yang dapat menyelamatkan idenya sebagai aset pribadi yang bisa dilindungi dan
berkekuatan hukum. Walaupun belum didaftarkan pada kantor hak cipta.
Penuangan ide dalam bentuk konkrit juga tidak otomatis
membuat penanganan akan pembajakan lantas menjadi mudah. Pada era digital saat
ini karya yang sudah terpublikasi luas, tetap memiliki peluang besar untuk
dijiplak. Mungkin karena kekurang sadaran akan hak cipta orang dapat dengan
mudahnya mengkopi lalu menyalin tanpa merasa perlu untuk minta ijin atau
memberii kredit pada yang bersangkutan. Terlebih jika penjiplakan ini berjarak
waktu dan tempat. Maka akan sangat sulit untuk dilacak kebenarannya. Namun,
setidaknya si pemilik karya bisa memperkarakan para pelanggar hak cipta tentu
dengan disertai bukti yang kuat.
Dengan adanya pembajakan maka hanya akan muncul dua pilihan
bagi desainer yaitu, terus bertahan dan tetap berkreasi atau malah jadi malas
berkarya. Seorang desainer yang kreatif dan penuh solusi pasti akan selalu
memilih yang pertama. Mengedepankan inovasi, berhasrat tinggi mencari ide-ide
baru untuk mengatasi karena kejenuhan akan suatu desain yang sudah dijiplak
secara luas.
Penting bagi desainer untuk terus meningkatkan kualitas
kekreatifitasan dengan tetap menjujunjung tinggi nilai orisinalitas dari
karyanya. Desainer perlu menjadi seorang generalis yang menguasai banyak aspek
desain. Tidak harus tahu segalanya mendetail, tapi ini akan menjadi nilai
tambah positif. Seorang desainer yang menguasai multi aspek akan jauh lebih
mudah dalam tetap menghasilkan inovasi-inovasi baru.
Yang perlu diperhatikan oleh desainer atau agensi sebelum
memulai sebuah proyek harus dipastikan bahwa proyek itu adalah penunjukkan
langsung dari klien atau lebih baik lagi si pembuat keputusan terkait. Untuk
mencegah terjerat dalam free pitching dan pencurian ide seperti di atas.
Setelah itu dipastikan lagi bagian mana dari desain yang nantinya bakal menjadi
hak milik klien dan mana yang nanti akan tetap menjadi hak milik si desainer.
Di samping itu perlu juga ditanamkan rasa saling menghormati
yang bisa dimulai dari dalam diri tiap desainer untuk berusaha memakai software
asli keluaran pengembangnya demi menghargai hak orang lain, lalu menerapkan
etika untuk tidak mencontek karya orang lain. Jika sudah menghormati diri
sendiri dan menghormati hak orang lain. Maka orang lain pun akan mulai
menghargai seorang desainer sebagai profesi yang layak dihormati dan tidak
disepelekan. Sekarang terserah pada masing-masing pribadi untuk mulai
menumbuhkan iklim saling menghormati ini.
G. Contoh Pelaanggaran Hak Cipta Bidang Video Dan Film
Salah satu masalah terbesar yang situs video-sharing seperti
YouTube adalah berurusan dengan isu seputar pelanggaran hak cipta
Jadi Hal Ap saja yang menjadi Pelanggaran hak cipta di Situs Youtube ?
Mari Kita Terjemahkan dalam bentuk cerita pendek di bawah ini.
Jadi Hal Ap saja yang menjadi Pelanggaran hak cipta di Situs Youtube ?
Mari Kita Terjemahkan dalam bentuk cerita pendek di bawah ini.
1. Anda Sangat menggemari Iron Man ,Ketika menonton filmnya di Bioskop atau DVD anda merekamnya lalu mengupload ke Youtube.Itu adalah konten orang lain dan bukan Konten anda.Maka hal itu digolongkan sebagai pelanggaran Hak Cipta.Menggugah Konten orang lain ( Tanpa Izin Jelas ) bisa meninmbulkan masalah.
Hak Cipta adalah bentuk perlindungan untuk karya tulis,Sastra,drama,music,film,grafis dan Audiovisual. Pelanggaran hak cipta terjadi jika karya hak cipta di produksi ulang,ditampilkan atau ditujukan pada publik tanpa izin dari pemilik hak cipta atau tanpa hak hukum melakukannya.
Meskipun Youtube adalah situs bebas,kamu bisa mendapakan masalah serius jika melanggar hak cipta.Ini membuat anda bisa di tuntut,dan bertanggung jawab memberikan ganti rugi.Kamu bisa kehilangan uang dari pendapaan ( Monetization ) atau lebih buruk lagi anda bisa kehilangan akun Youtube.Anda mungkin hanya mendapatkan sedikit kesempatan bisa mengembalikan semua menjadi normal.
Jika Youtube menerima pemberitahuan hak cipta yang valid dari pemilik hak cipta,maka video itu akan dihapus.anda akan diberitahu melalui Email dan dari dalam dasboard channel anda.Anda juga akan mendapatkan teguran.Jika Youtube mengetahui bahwa anda adalah si tukang pelanggar hak cipta maka akan membuat kita di banned selamanya dari youtube.
2. Balik lagi ke Iron Man. Anda sadar bahwa mempublikasikan Film Iron Man ke youtube adalah melanggar hak cipta.Maka anda memutuskan untuk tidak akan melakukannya lagi.Beberapa hari kemudian anda mendengar Bahwa Robert Downey Jr datang ke Indonesia dan akan tampil menggunakan baju Iron Man ( Semoga aja Robert Downey Jr dateng beneran ya hehe ) . Waktu yang anda tunggu pun tiba,karena sangat menggemari Iron man.Mulailah Robert Downey Jr. Berbicara dengan gaya khas Tony Stark dan diiringi oleh musik ACDC ( Ost Film Iron Man ).Anda merekam semuanya dan setelah sampai dirumah anda menguploadnya ke Youtube. Eitsssss tunggu dulu ,direkaman video itu ada lagu ACDC,itu tetap akan tergolong pelanggaran hak cipta jika tidak memiliki izin .
Nah kenapa anda tidak membuat Video Sendiri ?
3. Setelah menyadari 2 hal di atas anda akhirnya memutuskan untuk membuat video ala Iron man dengan versi sendiri.Misalnya anda mencoba mejadi Iron man dalam video tersebut.Ini adalah tindakan yang cerdas tapi Hal ini tetap masuk dalam pelanggaran hak cipta jika tidak memiliki izin.Dalam hal ini adalah harus memiliki izin untuk menggunakan Audio ( ACDC song ) .Namun hal ini tergantung digunakan dengan wajar atau bukan.
Di Amerika Serikat,Undang - undangh hak cipta mengijinkan penggunaan wajar dari materi berhak cipta pada situasi tertentu yang terbatas tanpa izin pemiliknya terlebih dahulu.Menurut undang-undang,penentuan penggunaan yang wajar mempertimbangkan tujuan dan karakter penggunaan,sifat dasar karya hak cipta,jumlah,dan pentingnnya karya yang digunakan untuk karya itu secara keseluruhan.
4. Ok,Mari kita lupakan Iron Man.Anggap saat ini Saya memiliki video sendiri ( hasil karya Saya ).Misalnya, video kucing,teriak teriak tanpa alasan ( mungkin gila hehe ).Beberapa waku kemudian saya kaget melihat video karya saya di upload oleh orang lain tanpa izin,Maka Saya berhak meminta youtube menghapus video tersebut melalui link.
Dalam posisi ini anda adalah orang yang mengupload video milik Saya.Anda tidak terima karena saya melaporkan ke Youtube atau mungkin hanya salah dalam identifikasi konten,Youtube menyediakan fitur mengajukan banding/Dispute.Tapi berhati - hatilah dengan hal ini,Jika menyalagunakan proses itu,kamu bisa berurusan dengan hukum.
Ulasan di atas adalah beberapa hal tentang pelanggaran hak cipta.Saya harap bisa di pahami dengan baik.
Sebagai tambahan agar anda lebih memahami maka saya sediakan beberapa jawaban dari banyak pertanyaan yang sering diajukan ( Mengenai pelanggaran hak cipta ).
H. Pelanggaran Hak Cipta Bidang Permainan Interaktif
(JAKARTA)
Semakin menggeliatnya industri game di Indonesia, mendorong universitas Bina
Nusantara (Binus) membuka jurusan baru Game Application & Technology (GAT)
yang aktif sejak September 2012 dan diharapkan dapat memicu perkembangan
industri game di Indonesia.
“Indonesia
telah masuk ke fase jenuh hanya sebagai pemain. Beberapa tahun belakangan
kemudian mulai muncul perusahaan pengembang game lokal sehingga meningkatkan
semangat anak muda yang awalnya hanya gemar bermain, menjadi memiliki keinginan
untuk terjun di industri ini. Kami pun ingin Jurusan GAT Binus memiliki peran
yang penting dalam perkembangan game Indonesia,” ujar Fredy Purnomo, Head of
Computer Science Department Universitas Bina Nusantara usai acara peluncuran
game online “Puzzle Kingdom”, Senin (22/04).
Jurusan GAT memfokuskan pembelajaran kepada “game art”,
“game design” dan “game programming”. Lulusan jurusan ini nantinya akan
mendapatkan gelar yang sama dengan jurusan berbasis IT, yaitu Sarjana Komputer
(S.Kom). Mahasiswa pun dipersiapkan untuk terjun langsung ke dalam dunia
pengembangan game, seperti menjadi Game Engineer, Game Developer, Game Artist,
Game Director, Game Designer hingga Enterpreneur.
Untuk menunjang perkuliahan, Jurusan GAT juga bekerjasama
dengan sejumlah pengembang gim di Indonesia, termasuk PT. Qeon Interactive,
salah satu perusahaan di bawah naungan MidPlaza Group, melalui program kerja
magang, yang resmi ditandatangani usai peluncuran “Puzzle Kingdom”.
Saat ditanya mengenai kerjasama dengan Jurusan GAT Binus,
CEO PT. Qeon Interactive Riki Kawano Suliawan mengungkapkan, ini merupakan
salah satu cara dalam mengembangkan industri game di tanah air, terlebih Binus
satu-satunya universitas di Indonesia
yang memiliki jurusan untuk terjun di industri game.
Sementara mengomentari potensi pasar game di tanah air, Riki
mengungkapkan saat ini game online dan mobile seperti yang terdapat di ponsel
pintar masih bisa terus berkembang, terbukti dari banyaknya game dari Korea dan Jepang yang gencar masuk ke Indonesia.
Namun bukan berarti pengembang game lokal kalah bersaing.
“Potensi pengembang game lokal sangat besar. Memang tidak
sebesar di Korea
dan Jepang, namun arahnya sudah terlihat jelas. Bayangkan saja, dari 240 juta
penduduk 15 juta penduduk Indonesia aktif bermain game online, dan diperkirakan
akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Dari sini bisa kita lihat industri
game masih bisa tumbuh. Seharusnya ini menjadi pemicu pengembang game lokal
untuk terus mengeksplor diri,” ujar Riki.
Riki juga menambahkan infrastruktur yang belum memadai serta
pelanggaran hak cipta dan kurangnya dukungan pemerintah menjadi salah satu
kerikil tajam dalam industri game Indonesia.
“Kalau mengembangkan game online, tapi koneksi internetnya
tidak memadai, bagaimana bisa maju? Wajar saja jika belum sehebat Jepang atau Korea.
Kalau masalah ini bisa diatasi, saya yakin pengembang game di Indonesia dapat menyusul
negara-negara lain,” ujar Riki.
I.
Pelanggaran Hak Cipta Bidang Seni
Pertunjukan
Berbagai kasus pelanggaran Hak Cipta dalam
bidang seni pertunjukkan (termasuk seni karawitan) pernah terjadi. Namun karena
kurangnya pengetahuan Pencipta dalam memberikan arti terhadap keberadaan hak
cipta, maka persoalan besar telah merugikan dirinya, masih dirasakan belum
mendesak. Pernah suatu ketika sebuah misi kesenian Bali mengadakan pementasan
di beberapa kota seperti Paris, London, Montreal dan San Fransisco. Pementasan
tersebut direkam dalam bentuk “Nonsach” yang kini masi beredar secara luas dan
digemari oleh ribuan pencinta gamelan Bali di luar negeri. Para seniman
tersebut tentunya merasa senang dapat mempromosikan Bali di luar negeri,
walupun mereka tidak pernah menikmati “royalty-fees” ( imbalan ) dari rekaman
yang beredar.2
Pembajakan karya cipta
seni karawitan Bali kiranya dilaksankan secara terselubung oleh beberapa
produser. Lagu-lagu karawitan yang sudah direkam. puluhan tahun dewasa ini
muncul kembali dipasaran tanpa meminta izin dari perncipta lagu tersebut3.
Secara umum, music
bangsa-bangsa didunia dapat dikelompokkan menjadi Musik Barat (Western Music)
dan Bukan Musik Barat (Non Western Musik). Music barat ( Western Musik) adalah
seni musik yang menggunakan tangga nada diatonic.4 Merujuk pada negeri kita Indonesia music
tradisi dikenal dengan istilah Karawitan. Sebab tangga nada yang digunakan
bukanlah tangga nada diatonik. Istilah Karawitan Bali diperkenalkan didunia
ilmu pengetahuan kira-kira pada tahun 1950, yaitu sejak didirikannya
konservatori karawitan Indonesia di Surakarta. Karawitan adalah seni suara
tradisi Indonesia
baik vokal maupun instrumental yang berlaraskan pelog dan selendro, dengan kata
lain non diatonic. Menurut I Wayan Sinti, salah satu pakar karawitan Bali yang merupakan salah satu pengajar seni karawitan
bali di luar negeri, menyebutkan dalam wawancara dengan penulis bahwa Karya
cipta seni karawitan bali secara umum sesuai fungsinya dapat dibagi menjadi:
J. Pelanggaran Hak Cipta Bidang Penerbitan dan
Percetakan
Sesuatu yang tidak pernah terdengar lagi dalam industri perbukuan edukasi
(pelajaran) Indonesia justru mengemuka selama kurun tiga tahun terakhir ini
perihal beberapa buku yang dikategorikan “bermasalah” dari sisi konten. Hal ini
menimbulkan keprihatinan kita bersama terkait misi mencerdaskan kehidupan
bangsa bahwa buku-buku yang digunakan di sekolah-sekolah itu justru mengandung
konten yang membahayakan bagi perikehidupan bangsa.
IKAPI memandang kasus buku bermasalah ini akibat kelemahan dalam penyeliaan
editorial yang dilakukan penerbit, baik kepada penulis, editor, layouter,
maupun desainer sebagai stakeholders perbukuan yang penting dalam mata rantai
industri buku. Dalam konteks ilmu editorial apa yang terjadi pada buku-buku
edukasi bermasalah tersebut adalah mengabaikan poin KELEGALAN DAN KESOPANAN
dari tujuh poin standar aktivitas editing.
7 Standar Aktivitas Editing
1. keterbacaan dan kejelasan;
2. konsistensi;kebahasaan;
3. kejelasan gaya
bahasa;ketelitian data dan ketelitian fakta;
4. kelegalan dan kesopanan;
5. ketepatan rincian produksi.
Unsur keenam ini jika diabaikan akan sangat melemahkan posisi penerbit,
termasuk asosiasi penerbit yang menaunginya semacam IKAPI karena dapat
menyangkut perihal berikut ini:
1. delik pidana karena pelanggaran hak cipta orang lain (plagiat) kaitan
dengan legalitas;
gangguan terhadap stabilitas nasional, termasuk membahayakan ideologi
negara;
2. serangan terhadap norma-norma kepatutan, religi, adat istiadat, dan
kearifan lokal yang dijunjung tinggi bangsa;
3. ketidakpatutan materi terhadap pembaca sasaran dari segi usia maupun
tingkat pemahaman sehingga akan dianggap mengandung unsur yang membahayakan
bagi anak/peserta didik;
4. ketidaklayakan materi disampaikan karena mengandung fitnah, pencemaran
nama baik, berita bohong (hoax), pelanggaran SARA, dan pornografi.
Pelanggaran terhadap poin ini dapat mengundang reaksi banyak pihak dari
lembaga negara (Presiden, DPR, dsb.), kementerian, Komnas Perlindungan Anak,
pendidik, masyarakat, hingga LSM seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI) sehingga meskipun dilakukan oleh satu atau dua penerbit akan berdampak
meluas pada penerbit buku edukasi secara keseluruhan dan dijadikan suatu
argumen meragukannya pihak swasta (penerbit) ikut terlibat dalam penerbitan
buku-buku edukasi. Soal ini sudah kita mafhumi bersama dari
pernyataan-pernyataan Mendikbud tentang pengadaan buku edukasi (pelajaran) yang
akan dilakukan terpusat dengan sebutan “buku babon”—salah satu alasan adalah
untuk meredam terbitnya buku-buku edukasi bermasalah.
Kita dapat menggambarkan contoh beberapa kasus dalam buku edukasi, berikut
ini.
1. Kasus pemuatan kisah Bang Maman dari Kalipasir dalam buku
edukasi untuk SD adalah ketidakcermatan pemilihan kata (diksi) “istri simpanan”
hingga melanggar kesopanan norma dan ketidaktepatan pembaca sasaran.
2. Kasus pemuatan soal dengan kunci jawaban yang mengarahkan pada jawaban
ideologi komunis adalah ketidakcermatan menyajikan pilihan jawaban dan
verifikasi silang kunci jawaban sehingga melanggar kesopanan yang membahayakan
ideologi negara.
3. Kasus pemilihan gambar dengan menampilkan gambar artis porno asal Jepang
meskipun dalam konteks berpakaian sopan adalah ketidakcermatan pemilihan gambar
yang kerap dilakukan editor maupun layouter dengan mengambil sumber internet
secara sembarangan sehingga kasus ini pun berkembang melanggar kesopanan hingga
ditengarai mengandung unsur pornografi.
4. Kasus buku belajar membaca untuk SD yang mengandung pilihan kata “waria”
pada contoh-contoh kata-kata yang dimulai dengan huruf /w/ adalah
ketidakcermatan dalam pemilihan kata yang dihubungkan dengan pembaca sasaran
sehingga berkembang melanggar kesopanan dalam konteks kepatutan terhadap adat
istiadat bangsa.
Untuk itu, kami dari Pengurus Pusat Ikatan Penerbit Indonesia
mengimbau para anggota IKAPI agar menaruh kepedulian yang lebih lagi dalam
pembinaan penulis, editor, layouter, dan desainer. Dalam beberapa kasus dapat
ditengarai bahwa kesalahan ataupun keteledoran yang dilakukan bisa mengandung
unsur kesengajaan disebabkan keisengan para insan perbukuan tersebut. Di sisi
lain, bisa juga disebabkan karena minimnya keterampilan dan pengetahuan
editorial dikuasai para insan perbukuan tersebut. Dalam hal ini memang harus
ditegaskan bahwa tidak ada kompromi untuk perbuatan iseng ataupun minimnya
pengetahuan serta keterampilan editorial ketika menangani buku-buku edukasi
karena menyangkut masa depan generasi bangsa Indonesia.
IKAPI telah mendirikan Akademi Literasi dan Penerbitan Indonesia (ALINEA)
dengan mata kursus Writing & Publishing Academic Book dan Copyediting
Skills sebagai upaya meningkatkan kemampuan para penulis serta editor untuk
menghindarkan hal-hal yang tidak patut dalam penulisan dan penerbitan buku
edukasi. Selain itu, IKAPI juga membuka kerja sama bagi IKAPI Daerah dalam
penyelenggaraan lokakarya ataupun pelatihan editorial di daerah yang materi dan
pematerinya akan didukung dari ALINEA-IKAPI.
Industri buku edukasi kita harus diselamatkan dengan justru merapatkan
barisan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas penerbitan buku edukasi.
Kelemahan-kelemahan editorial harus segera ditutupi untuk menghindarkan
masalah-masalah konten meluas menjadi isu nasional dan berdampak serius
terhadap industri buku edukasi.
K. Pelanggaran Hak Cipta Bidang Televisi Dan Radio
Akhir-akhir ini, beberapa stasiun TV nasional menyajikan pelbagai program
dengan modal video dari Youtube. Sebutlah misalnya On the Spot dan Spotlight
di Trans7, Hot Spot dan Top Banget di Global TV, Woow!
di Anteve dan Top 5 di RCTI. Proses produksi acara seperti ini
tergolong instan dan sangat murah dibandingkan pembuatan program-program
konvensional. Iwan Awaluddin Yusuf (2012) memaparkan langkah-langkah pembuatan
program instan di atas sebagai berikut. Pertama, tim kreatif menentukan tema
yang dianggap menarik dan mengembangkannya menjadi draft naskah. Draft
ini diperiksa kelayakannya oleh produser sebelum disetujui. Langkah kedua
adalah mengunduh video dari Youtube sesuai tema yang telah ditentukan.
Terakhir, video unduhan dari Youtube dan naskahnya diserahkan ke bagian editing.
Menurut Iwan, unsur penting dalam editing ini adalah penyempurnaan
kualitas video dan pengisian suara narator (voice over). Menariknya,
produksi acara dengan langkah seperti ini memakan kurang dari 10 juta rupiah
per episode. Jika programnya tidak memakai pembawa acara dan tidak memerlukan
syuting, biayanya hanya sekitar 700 ribu rupiah, tapi pemasukan dari iklan sama
besarnya dengan program yang dibuat secara regulers! Sungguh menggiurkan…
Program TV yang sepenuhnya berisi video-video Youtube memunculkan keraguan
atas legalitasnya dari perspektif hukum hak cipta. Legalkah tindakan tersebut?
Seandainya legal, etiskah mengomersilkan video gratisan yang diunduh dari
Youtube? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita harus melihat bagaimana
konsep hak cipta dijalankan oleh Youtube, sebagaimana tercantum dalam Syarat
dan Ketentuan di situs ini. Saat mengunggah videonya di Youtube, pengunggah
dapat memilih salah satu di antara dua lisensi, yakni lisensi Youtube standar (standard
Youtube license) atau lisensi Creative Commons (CC). Dengan
lisensi standar, pengunggah video mengizinkan semua orang untuk menonton
videonya di Youtube tanpa membayar, tapi tetap melarang download,
redistribusi, modifikasi, komersialisasi atau penggandaan atas videonya.
Lisensi ini adalah lisensi default, artinya semua pengunggah video
secara otomatis dianggap memilih opsi ini jika tidak memilih lisensi yang
kedua, yakni Creative Commons (CC). Bisa dikatakan mayoritas video di
Youtube memakai lisensi standar, karena umumnya pengunggah malas mengutak-atik
opsi ini dan merasa nyaman pada posisi default. Sebaliknya, jika
pengunggah memilih opsi yang kedua, Creative Commons (CC), maka orang
lain bebas menggandakan, mendistribusikan dan menyiarkan videonya. Di samping
itu, semua orang juga dibebaskan untuk memodifikasi dan mengomersilkan video
tersebut. Hanya saja, jumlah video yang menggunakan lisensi CC sangat kecil
dibandingkan dengan yang memakai lisensi standar. Pengguna Youtube dapat
melihat di bawah video, di mana ada keterangan apakah pengunggah memakai
lisensi jenis pertama atau kedua.
Dengan kata lain, video Youtube yang bebas dikomersilkan adalah yang memakai
lisensi CC, sementara video dengan lisensi standar hanya boleh ditonton di
Youtube. Artinya, video dengan lisensi CC adalah jenis yang “aman” dipakai
untuk acara-acara TV berbasis Youtube. Tapi karena mayoritas video di Youtube
menggunakan lisensi standar, patut dipertanyakan apakah para pembuat acara TV
berbasis Youtube tersebut benar-benar hanya menggunakan video berlisensi CC?
Jika iya, apa buktinya? Faktanya acara-acara berbasis Youtube itu tidak
menyertakan declaration yang secara tegas menyatakan bahwa semua video
yang mereka tayangkan adalah berlisensi CC. Di sisi lain, mengurus izin
penayangan setiap video yang berlisensi standar akan memakan waktu lama dan
biaya yang tidak sedikit. Langkah terakhir ini tentu bertentangan dengan motif
awal memakai video dari Youtube, yakni proses yang cepat dan murah meriah.
Mengingat acara-acara berbasis Youtube tersebut tayang hampir setiap hari,
kemungkinannya sangat kecil para produser tersebut mau repot-repot mengontak
pemilik hak cipta dan bernegosiasi untuk membeli hak siar videonya. Jika memang
ini kasusnya, maka mereka melakukan pelanggaran serius terhadap hak cipta dan
bisa dituntut secara pidana maupun perdata, selain mempermalukan Indonesia yang
sudah dikenal sebagai surganya pembajak.
Sebagian acara TV berbasis Youtube mencantumkan alamat URL dari setiap video
yang mereka tayangkan. Di akhir acara, secara khusus ada credit title
terima kasih kepada Youtube. Apakah dua langkah ini membebaskan pembuat acara
dari dugaan pelanggaran hak cipta? Belum tentu. Sebab, sifat pelanggaran hak
cipta adalah berbeda dari plagiarisme, di mana dalam plagiarisme nama pengarang
atau pembuat sebuah karya tidak dicantumkan atau disembunyikan. Plagiator
hendak memberi kesan bahwa karya yang dia tampilkan adalah karya ciptaannya
sendiri dengan menyembunyikan sumber. Sementara dalam pelanggaran hak cipta,
pokok persoalannya adalah ketiadaan izin atau lisensi dari pencipta untuk
menyiarkannya. Youtube sendiri telah menyatakan bahwa hak cipta atas video yang
diunggah ada pada pemiliknya. Situs ini cuma bertindak sebagai media untuk
‘menyiarkan’ video tersebut. Itulah kenapa dalam Guideline-nya Youtube
mendorong stasiun televisi untuk mengontak pengunggah video secara langsung dan
meminta izin untuk menyiarkannya. Maka, mencantumkan link dari sebuah
video Youtube tak bisa menggugurkan kewajiban untuk minta izin ke pengunggah
videonya. Pendeknya, kompleksitas konsep hak cipta yang melekat pada video
Youtube tidak bisa diterobos hanya dengan mencantumkan link video dan
ucapan terima kasih ke Youtube, sebab isu pokoknya adalah ada atau tidaknya
izin.
Alangkah eloknya jika tim produksi acara-acara berbasis Youtube lebih
berhati-hati dalam menggunakan video dari Youtube. Pertama, sebaiknya mereka
hanya memilih video-video yang berlisensi Creative Commons (CC) atau,
jika menggunakan video berlisensi standar, memperoleh izin dari pengunggah
video. Tapi, langkah pertama ini tidak diperlukan jika pemakaiannya adalah
pemakaian wajar (fair use). Pengertian pemakaian wajar adalah pemakaian
dengan durasi sekedarnya; untuk acara berita (news reporting) dan
bukan entertainment; dan untuk dikomentari atau di-review.
Kedua, mengikuti anjuran dari Youtube untuk media yang menggunakan videonya,
program siaran harus menyebutkan nama asli pengunggah video yang ditampilkan.
Jika ini tidak memungkinkan, nama akun pemilik videolah yang harus ditampilkan,
bukan alamat URL-nya. Terakhir, para pembuat acara TV berbasis Youtube harus
menyertakan declaration bahwa semua video yang mereka tampilkan diperoleh
dengan sah dan tidak melanggar hak cipta. Dengan deklarasi ini, para pembuat
acara tersebut mendidik mereka sendiri dan masyarakat untuk menghargai karya
cipta. Penghargaan atas hak cipta pada gilirannya akan merangsang pembuatan
karya-karya cipta berbasis kreativitas, sains dan informasi yang berkontribusi
pada kemajuan peradaban manusia.
L. Contoh Pelanggaran Hak Cipta
Bidang Riset Dan Pengembangan
Masih teringat pada kunjungan Bill Gates ke Indonesia
di tahun 2008, yang disambut Presiden
RI secara protokoler di Istana
Negara. Rupanya Bill Gates sebagai seorang “raja” dari kerajaan bisnis
teknologi informasi tidak dianggap sebagai tamu biasa.
Bagi Bill Gates sendiri tentu bukan yang pertamakalinya ia menerima penghormatan hangat dari seorang kepala negara asing yang dikunjunginya. Ia telah mengunjungi berbagai negara yang dianggap penting dan memiliki prospek yang bagus untuk masa depan kerajaan bisnis teknologi informasinya, diantaranya India dan China.
Bill Gates adalah sosok yang boleh dibilang amat populer di dunia teknologi informasi. Bukan saja karena keuletan dan kegigihannya dalam pencapaian hingga dapat mengubah dunia seakan lebih kecil dari ukuran sesungguhnya, namun bahkan telah mempercepat proses transformasi peradaban manusia menuju era dunia maya. Ia juga telah memberi inspirasi bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi di berbagai belahan dunia.
Sinyal Keprihatinan
Gates tentu memiliki segudang pengalaman yang kuat dalam perjalanan bisnisnya hingga begitu percaya bahwa betapa pentingnya hak kekayaan intelektual (HKI) dalam bisnis teknologi informasi. Kendati dengan perasaan khawatir dia harus tetap berjuang membangun Microsoft Corporation agar bisa mengungguli Apple yang dipimpin pesaingnya, Steve Jobs yang sudah lebih dulu sukses.
Bagi Gates bisnis adalah suatu permainan, perang intelektual dan kemampuan. Ia tidak akan lengah mengabaikan perlindungan terhadap hasil kreasi orang-orang yang mendukung dalam menjalankan bisnisnya di industri TI. Di sisi lain, Gates adalah seorang ambisius yang memiliki keinginan meminggirkan pesaing-pesaing seperti Apple atau IBM. Lebih jauh dari itu, terkesan bisa jadi ia tidak menyukai pertumbuhan kemampuan teknologi informasi suatu negara yang menjadi tujuan pasarnya. Pada dasarnya Gates tidak akan mentolerir kegiatan pelanggaran atas hak cipta piranti lunak, karena hal itu akan mencederai eksistensi kerajaan bisnisnya.
Pada Tahun 1997 klaim Amerika atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan Indonesia mencapai 668,2 juta dollar AS, dan 256,1 juta dollar AS diantaranya di bidang program komputer. Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 2007, Indonesia tercatat sebagai negara pada urutan ketiga terburuk di dunia setelah Zimbabwe dan Vietnam dalam penggunaan piranti lunak komputer illegal.
Pada tahun 2008, di saat kunjungan Bill Gates ke Indonesia, tercatat adanya kenaikan angka kerugian bila mengacu pada laporan Business Software Association (BSA) dan International Data Corporation (IDC). Laporan tersebut mengungkapkan bahwa potensi kerugian Amerika Serikat mencapai US$ 544 juta dari pembajakan perangkat lunak di Indonesia di tahun itu. Angka tersebut menegaskan tingkat pembajakan telah mencapai angka 85%. Konon sebagaimana dilansir berbagai media massa, Indonesia tercatat pada posisi 12 besar dari 110 negara yang melakukan pembajakan di dunia.
Keprihatinan Bill Gates atas maraknya pelanggaran hak cipta di Indonesia rupanya diungkapkan dengan menyodorkan beberapa paket penawaran Bill Gates kepada pemerintah Indonesia. Paket penawaran Bill Gates ini pada dasarnya lebih berorientasi pada pengembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah perluasan pemanfaatan komputer di dunia pendidikan dengan menggunakan perangkat lunak secara gratis. Kemudian tawaran kerjasama riset di bidang pengembangan vaksin flu burung. Hal ini mengingat flu burung sedang menjadi isu penting di tengah masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya paket tawaran Bill Gates tersebut hanya merupakan bagian dari strategi pemasaran model Gates, walaupun dapat dianggap sebagai sinyal keprihatinan atas maraknya pelanggaran hak cipta piranti lunak. Sebelumnya ada pendapat bahwa alasan mahalnya harga piranti lunak menyebabkan maraknya pembajakan di Indonesia. Itu semua tentu saja sudah masuk di kepala Gates.
Impian IGOS
Sulit bagi Indonesia untuk menampik tawaran Gates, pasalnya Indonesia sudah memasuki dunia informasi yang tidak mungkin mundur ke belakang. Sementara perkembangan teknologi informasi sudah demikian pesat seiring pesatnya perpindahan level teknologi dari generasi tertentu ke generasi yang lebih maju.
Terlepas dari persoalan pembajakan hak cipta, Microsoft Corporation nampaknya sudah dapat membuktikan sendiri bahwa perjalanan bisnisnya di Indonesia justru semakin kuat. Terutama setelah kadatangan Bill Gates ke Indonesia dengan mengusung gagasan memajukan pendidikan melalui program biaya murah penggunaan komputer.
Sementara penerapan Open Source Software (OSS) dalam rangka Indonesia, go open source (IGOS) sebagaimana digagas pemerintah Indonesia yang semula diperkirakan akan dapat mengurangi dominasi piranti lunak berlisensi secara signifikan, ternyata tidak terbukti. Setidak-tidaknya terkesan pemerintah tiba-tiba memperlambat larinya sebelum mencapai garis finish.
Faktanya belum banyak instansi pemerintah yang melakukan migrasi dari software berlisensi ke open source, kecuali Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan disusul beberapa kantor pemerintah daerah, khususnya di Propinsi Bali. Walaupun demikian migrasi ke open source di beberapa instansi tersebut rupanya belum menyeluruh. Hal ini disebabkan masih dijumpainya beberapa kelemahan dari OSS yang dikembangkan, sehingga sebagian masih nyaman menggunakan piranti lunak berlisensi.
Program IGOS merupakan semangat untuk meningkatkan penggunaan piranti lunak sumber terbuka di Indoneisa. Implikasinya akan memberi lebih banyak alternatif penggunaan piranti lunak oleh masyarakat secara legal dan terjangkau. Sementara perkembangan TI dunia sebagaimana yang diinginkan Bill Gates akan mengarah pada pencapaian impian 10 tahun mendatang terhitung sejak kunjungan pertamakalinya ke Indonesia di tahun 2008. Dimana setiap orang akan dengan mudah berhubungan dengan layar tampilan apa saja yang terdekat. Hal ini tentu saja ini menjadi peluang yang menjanjikan bagi industri piranti lunak.
Impian Bill Gates sah-sah saja. Demikian pula impian bangsa Indonesia untuk bisa menekan tingkat pembajakan melalui upaya penerapan OSS adalah sah adanya. Impian suatu bangsa yang merdeka dan menghormati persaingan sehat serta terbuka dalam semangat globalisasi.
Kesiapan Indonesia
Pendekatan Bill Gates lewat isu pendidikan nampaknya amat taktis dan sangat mengena. Bertepatan ketika Indonesia menyadari bahwa dunia pendidikan tidak boleh tertinggal dalam pemanfaatan teknologi informasi. Melalui dunia pendidikanlah akan lebih mudah membuka hubungan luas dengan dunia luar. Aplikasi komputer selain di dunia bisnis memang sangat tepat diaplikasikan di dunia pendidikan.
Kebutuhan mendesak dunia pendidikan terhadap aplikasi software yang mutakhir dengan perkembangan informasi global nampaknya lebih cepat terjawab oleh industri piranti lunak berkelas dunia seperti Microsoft. Sementara penerapan OSS masih saja tertatih-tatih. Kendati pun penggunaan piranti lunak sumber terbuka ini diperkirakan akan mampu mengurangi praktek pembajakan terhadap piranti lunak berlisensi.
Sejauh ini ada anggapan bahwa kebijakan atas penerapan OSS adalah merupakan langkah keliru yang dapat melemahkan industri perangkat lunak dan melemahkan daya saing jangka panjang, maka anggapan tersebut hanyalah merupakan upaya kalangan yang berkepetingan dengan dominasi pasar, hingga mencoba merumuskan kembali suatu definisi pelecehan terhadap hak cipta dan mencoba mengkaitkannya dengan isu melemahnya upaya penegakan hukum atas pelanggaran hak cipta di Indonesia, khususnya di bidang piranti lunak.
Pada bulan Februari 2010 International Intellectual Property Alliance (IIPA) yang berkedudukan di Amerika membuka anggapan bahwa Indonesia telah mengabaikan penghormatan terhadap hak cipta. Bahkan lembaga swasta ini mengusulkan United State Trade Representative (USTR) untuk memasukkan Indonesia, Brazil, India, Filipina, Thailand dan Vietnam dalam daftar negara-negara yang perlu diawasi secara ketat. Alasannya antara lain karena kebijakan pemerintah negara-negara ini yang mendorong penggunaan Open source Software di Institusi Pemerintah.
Memang pada akhirnya kebijakan pemerintah untuk mendorong migrasi penggunaan piranti lunak ke sumber terbuka (OSS) tidak akan berhasil jika tidak mendapat dukungan masyarakat. Hal ini karena pemerintah tidak mungkin mengupayakan lebih jauh dari sekedar himbauan. Pemerintah hanya dapat memfasilitasi hak masyarakat dalam bidang penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi informasi.
Indonesia dengan segala potensi yang dimiliki memerlukan tokoh-tokoh sukses yang mampu memberi inspirasi. Bill Gates adalah salah satu kisah sukses yang paling dikenal dan menjadi panutan masyarakat ilmu pengetahuan. Sudah semestinya kita berani berharap pada generasi muda ilmu pengetahuan di negeri ini agar muncul sebagai inspirator di bidang pengembangan OSS menuju generasi maju. Pada akhirnya masyarakat akan memiliki banyak pilihan dan menentukan sendiri secara bebas. (Media HKI, Vol. VIII/Desember 2011/ humasristek)
Bagi Bill Gates sendiri tentu bukan yang pertamakalinya ia menerima penghormatan hangat dari seorang kepala negara asing yang dikunjunginya. Ia telah mengunjungi berbagai negara yang dianggap penting dan memiliki prospek yang bagus untuk masa depan kerajaan bisnis teknologi informasinya, diantaranya India dan China.
Bill Gates adalah sosok yang boleh dibilang amat populer di dunia teknologi informasi. Bukan saja karena keuletan dan kegigihannya dalam pencapaian hingga dapat mengubah dunia seakan lebih kecil dari ukuran sesungguhnya, namun bahkan telah mempercepat proses transformasi peradaban manusia menuju era dunia maya. Ia juga telah memberi inspirasi bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi di berbagai belahan dunia.
Sinyal Keprihatinan
Gates tentu memiliki segudang pengalaman yang kuat dalam perjalanan bisnisnya hingga begitu percaya bahwa betapa pentingnya hak kekayaan intelektual (HKI) dalam bisnis teknologi informasi. Kendati dengan perasaan khawatir dia harus tetap berjuang membangun Microsoft Corporation agar bisa mengungguli Apple yang dipimpin pesaingnya, Steve Jobs yang sudah lebih dulu sukses.
Bagi Gates bisnis adalah suatu permainan, perang intelektual dan kemampuan. Ia tidak akan lengah mengabaikan perlindungan terhadap hasil kreasi orang-orang yang mendukung dalam menjalankan bisnisnya di industri TI. Di sisi lain, Gates adalah seorang ambisius yang memiliki keinginan meminggirkan pesaing-pesaing seperti Apple atau IBM. Lebih jauh dari itu, terkesan bisa jadi ia tidak menyukai pertumbuhan kemampuan teknologi informasi suatu negara yang menjadi tujuan pasarnya. Pada dasarnya Gates tidak akan mentolerir kegiatan pelanggaran atas hak cipta piranti lunak, karena hal itu akan mencederai eksistensi kerajaan bisnisnya.
Pada Tahun 1997 klaim Amerika atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan Indonesia mencapai 668,2 juta dollar AS, dan 256,1 juta dollar AS diantaranya di bidang program komputer. Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 2007, Indonesia tercatat sebagai negara pada urutan ketiga terburuk di dunia setelah Zimbabwe dan Vietnam dalam penggunaan piranti lunak komputer illegal.
Pada tahun 2008, di saat kunjungan Bill Gates ke Indonesia, tercatat adanya kenaikan angka kerugian bila mengacu pada laporan Business Software Association (BSA) dan International Data Corporation (IDC). Laporan tersebut mengungkapkan bahwa potensi kerugian Amerika Serikat mencapai US$ 544 juta dari pembajakan perangkat lunak di Indonesia di tahun itu. Angka tersebut menegaskan tingkat pembajakan telah mencapai angka 85%. Konon sebagaimana dilansir berbagai media massa, Indonesia tercatat pada posisi 12 besar dari 110 negara yang melakukan pembajakan di dunia.
Keprihatinan Bill Gates atas maraknya pelanggaran hak cipta di Indonesia rupanya diungkapkan dengan menyodorkan beberapa paket penawaran Bill Gates kepada pemerintah Indonesia. Paket penawaran Bill Gates ini pada dasarnya lebih berorientasi pada pengembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah perluasan pemanfaatan komputer di dunia pendidikan dengan menggunakan perangkat lunak secara gratis. Kemudian tawaran kerjasama riset di bidang pengembangan vaksin flu burung. Hal ini mengingat flu burung sedang menjadi isu penting di tengah masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya paket tawaran Bill Gates tersebut hanya merupakan bagian dari strategi pemasaran model Gates, walaupun dapat dianggap sebagai sinyal keprihatinan atas maraknya pelanggaran hak cipta piranti lunak. Sebelumnya ada pendapat bahwa alasan mahalnya harga piranti lunak menyebabkan maraknya pembajakan di Indonesia. Itu semua tentu saja sudah masuk di kepala Gates.
Impian IGOS
Sulit bagi Indonesia untuk menampik tawaran Gates, pasalnya Indonesia sudah memasuki dunia informasi yang tidak mungkin mundur ke belakang. Sementara perkembangan teknologi informasi sudah demikian pesat seiring pesatnya perpindahan level teknologi dari generasi tertentu ke generasi yang lebih maju.
Terlepas dari persoalan pembajakan hak cipta, Microsoft Corporation nampaknya sudah dapat membuktikan sendiri bahwa perjalanan bisnisnya di Indonesia justru semakin kuat. Terutama setelah kadatangan Bill Gates ke Indonesia dengan mengusung gagasan memajukan pendidikan melalui program biaya murah penggunaan komputer.
Sementara penerapan Open Source Software (OSS) dalam rangka Indonesia, go open source (IGOS) sebagaimana digagas pemerintah Indonesia yang semula diperkirakan akan dapat mengurangi dominasi piranti lunak berlisensi secara signifikan, ternyata tidak terbukti. Setidak-tidaknya terkesan pemerintah tiba-tiba memperlambat larinya sebelum mencapai garis finish.
Faktanya belum banyak instansi pemerintah yang melakukan migrasi dari software berlisensi ke open source, kecuali Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan disusul beberapa kantor pemerintah daerah, khususnya di Propinsi Bali. Walaupun demikian migrasi ke open source di beberapa instansi tersebut rupanya belum menyeluruh. Hal ini disebabkan masih dijumpainya beberapa kelemahan dari OSS yang dikembangkan, sehingga sebagian masih nyaman menggunakan piranti lunak berlisensi.
Program IGOS merupakan semangat untuk meningkatkan penggunaan piranti lunak sumber terbuka di Indoneisa. Implikasinya akan memberi lebih banyak alternatif penggunaan piranti lunak oleh masyarakat secara legal dan terjangkau. Sementara perkembangan TI dunia sebagaimana yang diinginkan Bill Gates akan mengarah pada pencapaian impian 10 tahun mendatang terhitung sejak kunjungan pertamakalinya ke Indonesia di tahun 2008. Dimana setiap orang akan dengan mudah berhubungan dengan layar tampilan apa saja yang terdekat. Hal ini tentu saja ini menjadi peluang yang menjanjikan bagi industri piranti lunak.
Impian Bill Gates sah-sah saja. Demikian pula impian bangsa Indonesia untuk bisa menekan tingkat pembajakan melalui upaya penerapan OSS adalah sah adanya. Impian suatu bangsa yang merdeka dan menghormati persaingan sehat serta terbuka dalam semangat globalisasi.
Kesiapan Indonesia
Pendekatan Bill Gates lewat isu pendidikan nampaknya amat taktis dan sangat mengena. Bertepatan ketika Indonesia menyadari bahwa dunia pendidikan tidak boleh tertinggal dalam pemanfaatan teknologi informasi. Melalui dunia pendidikanlah akan lebih mudah membuka hubungan luas dengan dunia luar. Aplikasi komputer selain di dunia bisnis memang sangat tepat diaplikasikan di dunia pendidikan.
Kebutuhan mendesak dunia pendidikan terhadap aplikasi software yang mutakhir dengan perkembangan informasi global nampaknya lebih cepat terjawab oleh industri piranti lunak berkelas dunia seperti Microsoft. Sementara penerapan OSS masih saja tertatih-tatih. Kendati pun penggunaan piranti lunak sumber terbuka ini diperkirakan akan mampu mengurangi praktek pembajakan terhadap piranti lunak berlisensi.
Sejauh ini ada anggapan bahwa kebijakan atas penerapan OSS adalah merupakan langkah keliru yang dapat melemahkan industri perangkat lunak dan melemahkan daya saing jangka panjang, maka anggapan tersebut hanyalah merupakan upaya kalangan yang berkepetingan dengan dominasi pasar, hingga mencoba merumuskan kembali suatu definisi pelecehan terhadap hak cipta dan mencoba mengkaitkannya dengan isu melemahnya upaya penegakan hukum atas pelanggaran hak cipta di Indonesia, khususnya di bidang piranti lunak.
Pada bulan Februari 2010 International Intellectual Property Alliance (IIPA) yang berkedudukan di Amerika membuka anggapan bahwa Indonesia telah mengabaikan penghormatan terhadap hak cipta. Bahkan lembaga swasta ini mengusulkan United State Trade Representative (USTR) untuk memasukkan Indonesia, Brazil, India, Filipina, Thailand dan Vietnam dalam daftar negara-negara yang perlu diawasi secara ketat. Alasannya antara lain karena kebijakan pemerintah negara-negara ini yang mendorong penggunaan Open source Software di Institusi Pemerintah.
Memang pada akhirnya kebijakan pemerintah untuk mendorong migrasi penggunaan piranti lunak ke sumber terbuka (OSS) tidak akan berhasil jika tidak mendapat dukungan masyarakat. Hal ini karena pemerintah tidak mungkin mengupayakan lebih jauh dari sekedar himbauan. Pemerintah hanya dapat memfasilitasi hak masyarakat dalam bidang penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi informasi.
Indonesia dengan segala potensi yang dimiliki memerlukan tokoh-tokoh sukses yang mampu memberi inspirasi. Bill Gates adalah salah satu kisah sukses yang paling dikenal dan menjadi panutan masyarakat ilmu pengetahuan. Sudah semestinya kita berani berharap pada generasi muda ilmu pengetahuan di negeri ini agar muncul sebagai inspirator di bidang pengembangan OSS menuju generasi maju. Pada akhirnya masyarakat akan memiliki banyak pilihan dan menentukan sendiri secara bebas. (Media HKI, Vol. VIII/Desember 2011/ humasristek)
N. Pelanggaran Hak Cipta Bidang Layanan Komputer Dan Peranti Lunak
Permasalahan penelitian mengenai : 1) Peraturan
perundang-undangan apa sajakah yang berhubungan dengan pengaturan pembajakan
perangkat lunak komputer, 2) Bagaimanakah kesesuaian hukum nasional di bidang
HaKI khususnya yang terkait pembajakan perangkat lunak komputer dengan
perkembangan globalisasi dalam hukum perekonomian internasional, dan 3)
Bagaimana perumusan kebijakan penal mengenai pembajakan perangkat lunak
komputer sebagai tindak pidana. Tujuan penelitian untuk memahami Peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan pengaturan pembajakan perangkat
lunak komputer, mengkaji kesesuaiannya secara nasional dengan perkembangan
globalisasi, dan mendeskripsikan perumusan kebijakan penalnya. Metoda
penelitiannya sebagai penelitian deskriptif dan penelitian hukum normatif
maupun sosiologis, sehingga pendekatannya socio-legal, dan pendekatan
yuridis-kriminologis. Pada Tahun I ini terutama menggunakan sumber data
sekunder, khususnya bahan hukum, dengan informan ditentukan secara purposive.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi kepustakaan, juga
discussion group. Teknik Analisis dengan melakukan inventarisasi, identifikasi,
penyusunan asas-asas hukum dan penemuan doktrin dilakukan analitis-induktif. Di
samping itu, merekontruksi teoritik dan data dianalisis dengan pendekatan
kualitatif. Hasil penelitian menyangkut peraturan Perundang-undangan yang
berhubungan dengan Pengaturan Pembajakan Perangkat Lunak Komputer terutama dalm
UU Hak Cipta yaitu UU No. 19 Tahun 2002 telah tegas memasukkan program
komputer/perangkat lunak komputer menjadi salah satu obyek yang dilindungi.
Namun demkian bisa terkait pula dengan Perundang-undangan HaKI lainnya seperti:
UU No. 15 Tahun 2001 (Merek), UU No. 32 Tahun 2000 (Desain Tata Letak Sirkutt
Terpadu), UU No. 14 Tahun 2001 (Paten). Selain itu tentu saja dimungkinkan
ketentuan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) sebagai induk hukum pidana,
UU No. 36 Tahun 1999 (Telekomunikasi). Juga ada Peraturan Pemerintah No. 29
Tahun 2004 (Sarana Produksi Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical
Disc). Dalam hubungan internasional Indonesia terikat ketentuan dalam TRIPs
mengenai pengaturan pembajakan perangkat lunak komputer terdapat dalam Artikel
10 tentang Computer Programs and Compilations of Data, penegakan hukum
ditentukan dalam Part III : ENFORCEMENT OF INTELLLECTUAL PROPERTY RIGHS (Artcle
41 -61), dan ketentuan hukum pidana dalam Artikel 61 (Criminal Procedures).
Trend global pengaturan tindak pidana berkaitan dengan pembajakan perangkat
lunak komputer dapat dikaji dalam dokumen-dokumen internasional. Di antaranya
disebutkan adanya transnational criminal organizational., software piracy,
computer - related criminality, crimes related computer networks, Cyber Crime.
Penyesuaian Hukum Nasional di bidang HaKI khususnya yang terkait Pembajakan
Perangkat Lunak Komputer dengan Perkembangan Globalisasi Hukum Perekonomian
Internasional berhubungan dengan GATT/WTO maka pemerintah Indonesia telah
mengesahkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Perdagangan Dunia Organisasi ) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1994. Di dalamnya ada ketentuan TRIPs Agreement, yang harus dilaksanakan dalam
legislasi mengenai HaKI. Pelanggaran hak cipta pada prinsipnya merupakan
perbuatan yang bertentangan atau melanggar hak eksklusif, baik hak ekonomi
maupun hak moral dari pencipta atau pemegang hak cipta. Khusus mengenai
pelanggaran hak cipta sebagai tindak pidana, yang artinya sebagai perbuatan
yang dilarang dan yang melakukannya dapat dikenai sanksi pidana, diatur dalam
Pasal 72 sampai dengan Pasal 73 (Bab XIII Ketentuan Pidana). Perumusan dalam
Pasal 72 Ayat (3): (khusus komputer). Simpulan yang diperoleh adalah dalam era
globalisasi menempatkan kedudukan negara yang tidak lagi memonopoli kekuasaan,
karena banyak institusi non-negara yang juga ikut mempengaruhi tata pergaulan
internasional, di antaranya organisasi seperti WTO. Globalisasi memunculkan
perkembangan kejahatan berupa kejahatan transnasional termasuk kejahatan
berkaitan dengan HaKI khususnya pembajakan perangkat lunak komputer. Indonesia sudah
memiliki secara lengkap produk legislasi mengenai HaKI. istilah tindak pidana
pembajakan perangkat lunak/program komputer bukan resmi dalam undang-undang,
sebenarnya merupakan perbuatan menyimpangi hak esklusif pencipta/pemegang hak
cipta khususnya hak memperbanyak dan mengumumkan yang dilakukan secara tidak
sah. Saran-saran yang diajukan berkaitan dengan pembuatan produk legislasi
penyesuaiannya dengan ketentuan internasional (global) tetap dengan filter
kepentingan nasional, tetap mempertimbangkan kondisi sosial-budaya dan ekonomi
masyarakat karena berkaitan dalam implementasinya. Perlu ditinjau lagi
penentuan tindak pidana hak cipta sebagai delik biasa (alternatif penegasan
delik aduan relatif atau absolut), jika tetap sebagai delik biasa berpotensi
penyalahgunaan aparat penegak hukum, untuk itu perlu tranparansi dan pengawasan
masyarakat. Kerjasama perlu ditingkatkan antara pelaku usaha di bidang
komputer, para pembuat program, dan masyarakat konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar