Senin, 25 November 2013

Pelanggaran Hak Cipta



A.    Pelanggaran Hak Cipta Bidang Musik
Pembajakan di bidang musik dan lagu makin memprihatinkan, terlebih saat ini semakin mudah mendistribusikan lagu lewat internet. Bahkan penegakan hukum UU Hak Cipta (HaKI) masih jauh dari yang diharapkan. Di lain sisi, setiap pemilik hak cipta berhak mendapatkan perlindungan untuk setiap karyanya.
Persoalan inilah yang coba diangkat menjadi bahan perbincangan hangat dalam diskusi “Pelanggaran Hak Cipta dan Penyebarluasan Musik MP3 melalui Internet” di Gedung AHU Departemen Hukum dan HAM, Jumat (25/4/2008).
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), Dharma Oratmangun. Menurutnya, tata niaga industri musik di Indonesia sudah sangat primitif. “Bayangkan saja, lagu seorang kepala negara saja yaitu Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) tidak bisa dijaga oleh institusi hukum. Bagaimana dengan yang lain?” jelas Dharma memberikan contoh.
Mewakili PAPPRI, Dharma mengaku sudah mengadakan pertemuan dengan SBY dan membicarakan masalah pembajakan musik ini. SBY sendiri, lanjut Dharma, sangat concern dengan kasus pembajakan musik dan sudah memerintahkan PAPPRI untuk melakukan kajian-kajian mengenai masalah ini, termasuk tentang UU HaKI.
PAPPRI juga mendesak agar pemerintah mengatur dan segera melakukan restrukturisasi tata niaga industri musik di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa kalangan industri musik yang tidak mau transparan dalam pemberian royalti. Hal ini dikarenakan sistem kontrolnya tidak jalan.
“Parahnya lagi, ada industri yang tidak mau dikontrol. Padahal jelas-jelas mereka juga dirugikan. Kalau begini terus, lama-lama industri musik bisa mati,” ujarnya.
Kerugian terbesar yang ditimbulkan dalam pembajakan musik, menurut Dharma, adalah matinya budaya kreativitas dalam industri musik Indonesia yang tidak bisa diukur nilainya.( dwn / dwn )
B. Contoh Pelanggaran Hak Cipta Bidang Periklanan
Namun, saat ini share (Membagi) suatu berita oleh Situs berita sudah merupakan sebuah nilai yang akan menaikan jumlah kunjungan ke situs berita itu sendiri, yang secara tidak langsung share(Membagi) berita ini akan menaikan Page Rank situs berita dan mendatangkan pemasang iklan bagi situs berita itu sendiri. Misalnya beberapa situs berita terkenal Indonesia menyediakan share beritanya melalui facebook, twitter, lintasberita.com dan lain-lain.
Maka, share ini secara tidak langsung telah mengijinkan orang lain untuk berbagi berita melalui media-media tersebut dengan syarat mencantumkan sumber berita resminya. Maka dalam kasus ini, Hak Cipta sebuah berita telah diizinkan oleh pemilik situs berita untuk di share melalui media-media lain asalkan sumber resmi berita tersebut dicantumkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 14 c UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana : Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta pengambilan berita aktual (berita yang diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali diumumkan) baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan Surat Kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
C. Contoh Pelanggaran Hak Cipta Bidang Arsitektur
Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”) menyatakan, jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

Kemudian, dalam pasal 26 ayat (1) UU Hak Cipta juga diatur bahwa Hak Cipta atas suatu ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama kepada pembeli Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari pencipta itu. Selanjutnya, dalam pasal 26 ayat (2) UU Hak Cipta ditambahkan, Hak Cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama.

Jadi, yang penting untuk diperhatikan dalam permasalahan ini adalah perjanjian antara arsitek dan perusahaan pemesan. Bagaimana isi perjanjian antara kedua belah pihak tersebut? Apakah ada klausula yang menentukan bahwa Hak Cipta atas arsitektur gedung tetap dipegang oleh arsiteknya? Apabila tidak ada klausula tersebut, maka berdasarkan pasal 8 ayat (3) UU Hak Cipta di atas, perusahaan anda sebagai pemesanlah adalah Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas arsitektur bangunan tersebut. Demikian pula halnya apabila perusahaan Anda sebagai pembeli Hak Cipta arsitektur dari arsitek sebagai Pencipta, maka Hak Cipta dipegang oleh perusahaan Anda.

Apabila ternyata Anda yang menjadi pemegang Hak Cipta, maka Anda dapat menggunakan arsitektur tersebut untuk membangun gedung lain. Tidak ada keharusan untuk menggunakan arsitek yang sama, karena pemegang Hak Cipta atas arsitektur tersebut adalah perusahaan Anda.

Lepas dari itu, menurut Belinda Rosalina dalam disertasi doktoralnya, UU Hak Cipta sendiri belum menjelaskan penentuan similaritas substansial sengketa karya arsitektur. Sehingga, belum ada tolak ukur suatu karya dapat dinyatakan sebagai bentuk plagiarisme.

D . Contoh Pelanggaran Hak Cipta Bidang Pasar Seni Dan Barang Antik
JEPARA - Dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dugaan pencurian hak cipta yang diduga dilakukan Christopher Guy Harrison, pengusaha asal Inggris, oleh Polres Kudus, diprotes dan disesalkan LSM Celcius Jepara.

Ketua LSM Celcius Didit Endro S dalam pers rilisnya kepada Radar Kudus, mengatakan bahwa selaku pihak yang selama ini mengawal kasus tersebut, merasa kecewa dengan adanya SP3 itu. ''Kami kecewa dengan SP3 Polres. Karena ini adalah kasus serius,'' jelasnya.

Kasus dugaan pencurian hak cipta itu, melibatkan Christopher pada tahun 2005 lalu. Bahkan, Christopher sempat ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Di mana
 ukiran Jepara dieksploitasi warga asing, sehingga pengrajin Jepara harus menanggung beban berat dalam menghadapi masalah tersebut. Di samping rugi secara finansial yang tidak sedikit, menurut Didit, masyarakat Jepara juga dirugikan dalam mempertahankan dan pelestarian sebuah karakteristik karya budaya masyarakat.

Didit mengatakan, dengan penghentian kasus ini, maka akan menjadi ancaman bagi para pengrajin Jepara, yang selama ini selama bertahun-tahun memproduksi kerajinan mebel asli daerah. Akibatnya kasus pencurian hak cipta dikhawatirkan akan kembali terjadi dan yang dirugikan pengrajin kecil di Jepara.

Arti penting hak cipta bagi kalangan pencipta karya seni dan pengusaha industri, menurut Didit, sebenarnya sudah jelas di atur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun yang saat ini menjadi perdebatan adalah bagaimana arti penting dan manfaat perlindungan untuk ekspresi budaya tradisional. 

''Membahas perkara ekspresi budaya tradisional atau folklore, tidaklah bisa terlepas dari realitas komunitas tradisi yang mempraktikkan budaya tradisional tersebut secara turun temurun,'' jelas Didit.

Dalam kaitannya dengan masalah pencurian hak cipta, Didit mengatakan jika LSM Celsius mengaku telah lama melakukan kajian dan pengawalan. Baik di ranah hukum di kepolisian, maupun kajian secara undang-undang. Hasilnya, orang yang diduga sebagai pencuri hak cipta atas kerajinan Jepara itu, Christopher, telah ditetapkan sebagai DPO oleh Polres Jepara.

Akan tetapi, kata Didit, sampai saat ini orang yang dimaksud masih dapat berkeliaran keluar masuk Indonesia, tanpa ada pencekalan dan penangkapan. ''Oleh karenanya sebagai wujud dan komitmen dalam menuntaskan kasus ini, LSM Celcius dan berbagai lembaga jaringan mendesak kepada pihak berwajib, untuk melanjutkan kasus ini sebagai bukti keberpihakannya kepada masyarakat,'' tegasnya. (cw5/mer)
E. Contoh Pelanggaran Hak Cipta Bidang Desain
Perkara gugatan pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada kemasan produk mesin cuci merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah Agung setelah pengusaha Junaide Sasongko melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi. "Kita akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), rencana besok (hari ini) akan kami daftarkan," kata Angga Brata Rosihan, kuasa hukum Junaide. Meskipun kasasi ke MA, Angga enggan berkomentar lebih lanjut terkait pertimbangan majelis hakim yang tidak menerima gugatan kliennya itu. "Kami akan menyiapkan bukti-bukti yang nanti akan kami tunjukan dalam kasasi," ujarnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengatakan tidak dapat menerima gugatan Junaide terhadap Nurtjahja Tanudi-sastro, pemilik PT Ansa Mandiri Pratama, distributor dan perakit produk mesin cuci merek TCL di Indonesia. Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan tersebut antara lain gugatan itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum tergugat, Andi Simangunsong, menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut dia, adanya putusan itu membuktikan tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan logo cap jempol pada produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat Nurtjahja karena menilai pemilik dari perusahaan distributor dan perakit produk TCL di Indonesia itu telah menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin. Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 144 miliar.

Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.

F. Contoh Pelanggaran Hak Cipta Bidang Desain Fashion
Mendesain bukanlah pekerjaan yang mudah tapi membajaknya bukanlah hal yang sulit. Inilah yang menjadi ujian, godaan, sekaligus tantangan terhadap tingkat kreatifitas bagi seorang desainer terutama desainer komvis. 

Seorang desainer komvis dituntut agar dapat melihat inti permasalahan yang dihadapi, memahaminya, mengidentifikasi, menganalisa, lalu mengusulkan pemecahan terhadap masalah tersebut. Desainer, tak ubahnya seperti penjual jasa lainnya, seperti penjahit pakaian, ahli mesin bengkel, ataupun pekerja rumah tangga. Desainer komvis pun juga menjual jasa, serangkaian jasa pemecahan masalah melalui media visual. Perbedaannya desainer komvis harus mampu berpikir kreatif, mencipta ide lalu menjualnya, mengubahnya menjadi sesuatu yang mampu menghasilkan nilai tambah dan berarti. Kemampuan ini harus disertai dengan kemampuan melihat dari sudut pandang yang berbeda, misalnya mampu mengerti apa yang dirasakan konsumen atau pelanggan. Desainer juga harus mampu menanamkan jiwa atau filosofi dalam setiap karya desainnya. Dengan begitu diharapkan desainer komvis tidak hanya menjadi tukang yang tinggal menerima perintah dalam istilah kasarnya. 

Jelas tergambar dari sini bahwa untuk mendesain itu diperlukan serangkaian proses yang rumit dan panjang hingga sampai ke tahap konsep atau karya jadinya. Patut disayangkan bila proses rumit dalam desain menjadi tidak dihargai oleh orang lain yang belum memahaminya. Sehingga beberapa orang dengan begitu mudahnya cenderung meremehkan proses kerja dari otak kreatif dan memakan waktu lama itu. 

Perkembangan minat masyarakat terhadap dunia desain komvis, terutama di kalangan generasi mudanya. Secara garis besar sebenarnya merupakan hal yang positif, tapi di sisi lain malah memperketat persaingan yang tidak sehat. Baik di antara para desainer maupun di kalangan lembaga pendidikan sendiri. Lembaga pendidikan negeri maupun swasta yang berhubungan dengan dunia seni maupun yang tidak berlomba untuk menyelenggarakan program studi desain grafis atau sekarang dikenal sebagai Desain Komunikasi Visual. Sementara untuk dapat mencantumkan gelar sarjana dalam seni, seorang harus makan waktu studi 4-5 tahun. Seseorang yang belajar di tempat kursus program desain hanya cukup menghabiskan 1 tahun, dengan embel-embel siap kerja. Pendidikan desain yang asal-asalan ini kemudian menghasilkan desainer amatir yang kurang pengalaman. 

Para desainer jenis ini pada umumnya bersedia melakukan apa saja untuk meraih pekerjaan mendesain. Mereka juga malas untuk melakukan riset mendalam dan hanya mengandalkan komputer dan internet untuk mencari data pendukung. Kerasnya persaingan dan ketatnya dead line kadang membuat desainer lekas merasa kehabisan ide, bukannya melihat desain lain untuk mencari inspirasi demi menciptakan sesuatu yang baru. Malah mereka menirunya nyaris sama persis atau menjiplaknya. Sementara sebagian desainer bersungguh-sungguh dalam pengerjaan sebuah desain. Beberapa desainer cukup merubah sedikit elemen-elemen pada desain karya orang lain agar penampilan tampak berbeda atas nama adaptasi. Akibatnya secara tidak disengaja ataupun disengaja gaya desain mereka akan terlihat sangat mirip.

Dalam desain grafis juga dikenal istilah free pitching di mana sejumlah awak desainer atau agensi dikumpulkan untuk menyediakan solusi visual kreatif sebuah masalah yang dihadapi klien. Desainer diminta unjuk gigi demi memperoleh pekerjaan dari klien. Acara ini semacam tender atau lelang atau mungkin lebih mirip sayembara berhadiah tapi tanpa kepastian siapa pemenangnya. Desain paling baik dari seorang desainer grafis belum tentu terpilih, terkadang yang terpilih adalah yang mampu memberi harga terhemat. Masalahnya klien sendiri kadang cukup sering mencomot ide dari beberapa desainer yang dianggap potensial dalam forum free pitching tadi. Dengan beberapa modifikasi diklaimlah ide itu menjadi milik mereka. Ide tersebut lalu diberikan pada pemenang pitching untuk digarap lebih lanjut.

Itulah yang membuat kegiatan ini agak sia-sia dan menyita waktu yang seharusnya bisa dialokasikan untuk mengerjakan hal lain. Bukan hanya dari segi waktu, desainer juga dirugikan dari sisi kreatifitas. Anehnya beberapa desainer atau agensi baik yang amatir maupun yang sudah matang ada saja yang bersedia berpartisipasi dalam ajang perugian ini. Lihat betapa mudahnya ide yang merupakan hasil proses kreatif otak dicuri begitu saja. Sekaligus menunjukkan bahwa klien amat tidak menghargai pekerja desain.

Sayangnya Hak cipta hanya melindungi pencipta atas karya seni atau desainnya. Tapi tidak idenya, sebab ide yang termasuk kategori abstrak tidaklah dilindungi oleh UU Hak Cipta. Seseorang tidak dapat menuntut seorang lainnya atas dasar pencurian ide. Apalagi jika ide hanya mirip, tidak total sama persis. 

Masalah ini tentu bisa menjadi sumber rasa frustasi dan sakit hati dari desainer terutama mereka yang mementingkan orisinalitas ide dalam berkarya. Walaupun sebenarnya yang harus dilakukan seorang desainer bila ingin menyelamatkan idenya cukup dengan menungkan ide itu dalam bentuk kongkrit. Catatan, sketsa, gambar, atau desain nyata, adalah beberapa contoh yang dapat menyelamatkan idenya sebagai aset pribadi yang bisa dilindungi dan berkekuatan hukum. Walaupun belum didaftarkan pada kantor hak cipta.

Penuangan ide dalam bentuk konkrit juga tidak otomatis membuat penanganan akan pembajakan lantas menjadi mudah. Pada era digital saat ini karya yang sudah terpublikasi luas, tetap memiliki peluang besar untuk dijiplak. Mungkin karena kekurang sadaran akan hak cipta orang dapat dengan mudahnya mengkopi lalu menyalin tanpa merasa perlu untuk minta ijin atau memberii kredit pada yang bersangkutan. Terlebih jika penjiplakan ini berjarak waktu dan tempat. Maka akan sangat sulit untuk dilacak kebenarannya. Namun, setidaknya si pemilik karya bisa memperkarakan para pelanggar hak cipta tentu dengan disertai bukti yang kuat. 

Dengan adanya pembajakan maka hanya akan muncul dua pilihan bagi desainer yaitu, terus bertahan dan tetap berkreasi atau malah jadi malas berkarya. Seorang desainer yang kreatif dan penuh solusi pasti akan selalu memilih yang pertama. Mengedepankan inovasi, berhasrat tinggi mencari ide-ide baru untuk mengatasi karena kejenuhan akan suatu desain yang sudah dijiplak secara luas.

Penting bagi desainer untuk terus meningkatkan kualitas kekreatifitasan dengan tetap menjujunjung tinggi nilai orisinalitas dari karyanya. Desainer perlu menjadi seorang generalis yang menguasai banyak aspek desain. Tidak harus tahu segalanya mendetail, tapi ini akan menjadi nilai tambah positif. Seorang desainer yang menguasai multi aspek akan jauh lebih mudah dalam tetap menghasilkan inovasi-inovasi baru. 

Yang perlu diperhatikan oleh desainer atau agensi sebelum memulai sebuah proyek harus dipastikan bahwa proyek itu adalah penunjukkan langsung dari klien atau lebih baik lagi si pembuat keputusan terkait. Untuk mencegah terjerat dalam free pitching dan pencurian ide seperti di atas. Setelah itu dipastikan lagi bagian mana dari desain yang nantinya bakal menjadi hak milik klien dan mana yang nanti akan tetap menjadi hak milik si desainer.

Di samping itu perlu juga ditanamkan rasa saling menghormati yang bisa dimulai dari dalam diri tiap desainer untuk berusaha memakai software asli keluaran pengembangnya demi menghargai hak orang lain, lalu menerapkan etika untuk tidak mencontek karya orang lain. Jika sudah menghormati diri sendiri dan menghormati hak orang lain. Maka orang lain pun akan mulai menghargai seorang desainer sebagai profesi yang layak dihormati dan tidak disepelekan. Sekarang terserah pada masing-masing pribadi untuk mulai menumbuhkan iklim saling menghormati ini.

G. Contoh Pelaanggaran Hak Cipta Bidang Video Dan Film
Salah satu masalah terbesar yang situs video-sharing seperti YouTube adalah  berurusan dengan isu seputar pelanggaran hak cipta
Jadi Hal Ap saja yang menjadi Pelanggaran hak cipta di Situs Youtube ?
Mari Kita Terjemahkan dalam bentuk cerita pendek di bawah ini.



1.  Anda Sangat menggemari Iron Man ,Ketika menonton filmnya di Bioskop atau DVD anda merekamnya lalu mengupload ke Youtube.Itu adalah konten orang lain dan bukan Konten anda.Maka hal itu digolongkan sebagai pelanggaran Hak Cipta.Menggugah Konten orang lain ( Tanpa Izin Jelas ) bisa meninmbulkan masalah.
Hak Cipta adalah bentuk perlindungan untuk karya tulis,Sastra,drama,music,film,grafis dan Audiovisual. Pelanggaran hak cipta terjadi jika karya hak cipta di produksi ulang,ditampilkan atau ditujukan pada publik tanpa izin dari pemilik hak cipta atau tanpa hak hukum melakukannya.

Meskipun Youtube adalah situs bebas,kamu bisa mendapakan masalah serius jika melanggar hak cipta.Ini membuat anda bisa di tuntut,dan bertanggung jawab memberikan ganti rugi.Kamu bisa kehilangan uang dari pendapaan ( Monetization ) atau lebih buruk lagi anda bisa kehilangan akun Youtube.Anda mungkin hanya mendapatkan sedikit kesempatan bisa mengembalikan semua menjadi normal.

Jika Youtube menerima pemberitahuan hak cipta yang valid dari pemilik hak cipta,maka video itu akan dihapus.anda akan diberitahu melalui Email dan dari dalam dasboard channel anda.Anda juga akan mendapatkan teguran.Jika Youtube mengetahui bahwa anda adalah si tukang pelanggar hak cipta maka akan membuat kita di banned selamanya dari youtube.




2. Balik lagi ke Iron Man. Anda sadar bahwa mempublikasikan Film Iron Man ke youtube adalah melanggar hak cipta.Maka anda memutuskan untuk tidak akan melakukannya lagi.Beberapa hari kemudian anda mendengar Bahwa Robert Downey Jr  datang ke Indonesia dan akan tampil menggunakan baju Iron Man ( Semoga aja Robert Downey Jr dateng beneran ya hehe ) . Waktu yang anda tunggu pun tiba,karena sangat menggemari Iron man.Mulailah Robert Downey Jr. Berbicara dengan gaya khas Tony Stark dan diiringi oleh musik ACDC ( Ost Film Iron Man ).Anda merekam semuanya dan setelah sampai dirumah anda menguploadnya ke Youtube. Eitsssss tunggu dulu ,direkaman video itu ada lagu ACDC,itu tetap akan tergolong pelanggaran hak cipta jika tidak memiliki izin .


Nah kenapa anda tidak membuat Video Sendiri ?

3. Setelah menyadari 2 hal di atas anda akhirnya memutuskan untuk membuat video ala Iron man dengan versi sendiri.Misalnya anda mencoba mejadi Iron man dalam video tersebut.Ini adalah tindakan yang cerdas tapi Hal ini tetap masuk dalam pelanggaran hak cipta jika tidak memiliki izin.Dalam hal ini  adalah harus memiliki izin untuk menggunakan Audio ( ACDC song ) .Namun hal ini tergantung digunakan dengan wajar atau bukan.
Di Amerika Serikat,Undang - undangh hak cipta mengijinkan penggunaan wajar dari materi berhak cipta pada situasi tertentu yang terbatas tanpa izin  pemiliknya terlebih dahulu.Menurut undang-undang,penentuan penggunaan yang wajar mempertimbangkan tujuan dan karakter penggunaan,sifat dasar karya hak cipta,jumlah,dan pentingnnya karya yang digunakan untuk karya itu secara keseluruhan.




4. Ok,Mari kita lupakan Iron Man.Anggap saat ini Saya memiliki video sendiri ( hasil karya Saya ).Misalnya, video kucing,teriak teriak tanpa alasan ( mungkin gila hehe ).Beberapa waku kemudian saya kaget melihat video karya saya di upload oleh orang lain tanpa izin,Maka Saya berhak meminta youtube menghapus video tersebut melalui  link.
Dalam posisi ini anda adalah orang yang mengupload video milik Saya.Anda tidak terima karena saya melaporkan ke Youtube atau mungkin hanya salah dalam identifikasi konten,Youtube menyediakan fitur mengajukan banding/Dispute.Tapi berhati - hatilah dengan hal ini,Jika menyalagunakan proses itu,kamu bisa berurusan dengan hukum.

Ulasan di atas adalah beberapa hal tentang pelanggaran hak cipta.Saya harap bisa di pahami dengan baik.
Sebagai tambahan agar anda lebih memahami maka saya sediakan beberapa jawaban dari banyak pertanyaan yang sering diajukan ( Mengenai pelanggaran hak cipta ).

H. Pelanggaran Hak Cipta Bidang Permainan Interaktif
(JAKARTA) Semakin menggeliatnya industri game di Indonesia, mendorong universitas Bina Nusantara (Binus) membuka jurusan baru Game Application & Technology (GAT) yang aktif sejak September 2012 dan diharapkan dapat memicu perkembangan industri game di Indonesia.

“Indonesia telah masuk ke fase jenuh hanya sebagai pemain. Beberapa tahun belakangan kemudian mulai muncul perusahaan pengembang game lokal sehingga meningkatkan semangat anak muda yang awalnya hanya gemar bermain, menjadi memiliki keinginan untuk terjun di industri ini. Kami pun ingin Jurusan GAT Binus memiliki peran yang penting dalam perkembangan game Indonesia,” ujar Fredy Purnomo, Head of Computer Science Department Universitas Bina Nusantara usai acara peluncuran game online “Puzzle Kingdom”, Senin (22/04).

Jurusan GAT memfokuskan pembelajaran kepada “game art”, “game design” dan “game programming”. Lulusan jurusan ini nantinya akan mendapatkan gelar yang sama dengan jurusan berbasis IT, yaitu Sarjana Komputer (S.Kom). Mahasiswa pun dipersiapkan untuk terjun langsung ke dalam dunia pengembangan game, seperti menjadi Game Engineer, Game Developer, Game Artist, Game Director, Game Designer hingga Enterpreneur.

Untuk menunjang perkuliahan, Jurusan GAT juga bekerjasama dengan sejumlah pengembang gim di Indonesia, termasuk PT. Qeon Interactive, salah satu perusahaan di bawah naungan MidPlaza Group, melalui program kerja magang, yang resmi ditandatangani usai peluncuran “Puzzle Kingdom”.

Saat ditanya mengenai kerjasama dengan Jurusan GAT Binus, CEO PT. Qeon Interactive Riki Kawano Suliawan mengungkapkan, ini merupakan salah satu cara dalam mengembangkan industri game di tanah air, terlebih Binus satu-satunya universitas di Indonesia yang memiliki jurusan untuk terjun di industri game.

Sementara mengomentari potensi pasar game di tanah air, Riki mengungkapkan saat ini game online dan mobile seperti yang terdapat di ponsel pintar masih bisa terus berkembang, terbukti dari banyaknya game dari Korea dan Jepang yang gencar masuk ke Indonesia. Namun bukan berarti pengembang game lokal kalah bersaing.

“Potensi pengembang game lokal sangat besar. Memang tidak sebesar di Korea dan Jepang, namun arahnya sudah terlihat jelas. Bayangkan saja, dari 240 juta penduduk 15 juta penduduk Indonesia aktif bermain game online, dan diperkirakan akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Dari sini bisa kita lihat industri game masih bisa tumbuh. Seharusnya ini menjadi pemicu pengembang game lokal untuk terus mengeksplor diri,” ujar Riki.

Riki juga menambahkan infrastruktur yang belum memadai serta pelanggaran hak cipta dan kurangnya dukungan pemerintah menjadi salah satu kerikil tajam dalam industri game Indonesia.

“Kalau mengembangkan game online, tapi koneksi internetnya tidak memadai, bagaimana bisa maju? Wajar saja jika belum sehebat Jepang atau Korea. Kalau masalah ini bisa diatasi, saya yakin pengembang game di Indonesia dapat menyusul negara-negara lain,” ujar Riki.





I.       Pelanggaran Hak Cipta Bidang Seni Pertunjukan
 Berbagai kasus pelanggaran Hak Cipta dalam bidang seni pertunjukkan (termasuk seni karawitan) pernah terjadi. Namun karena kurangnya pengetahuan Pencipta dalam memberikan arti terhadap keberadaan hak cipta, maka persoalan besar telah merugikan dirinya, masih dirasakan belum mendesak. Pernah suatu ketika sebuah misi kesenian Bali mengadakan pementasan di beberapa kota seperti Paris, London, Montreal dan San Fransisco. Pementasan tersebut direkam dalam bentuk “Nonsach” yang kini masi beredar secara luas dan digemari oleh ribuan pencinta gamelan Bali di luar negeri. Para seniman tersebut tentunya merasa senang dapat mempromosikan Bali di luar negeri, walupun mereka tidak pernah menikmati “royalty-fees” ( imbalan ) dari rekaman yang beredar.2
Pembajakan karya cipta seni karawitan Bali kiranya dilaksankan secara terselubung oleh beberapa produser. Lagu-lagu karawitan yang sudah direkam. puluhan tahun dewasa ini muncul kembali dipasaran tanpa meminta izin dari perncipta lagu tersebut3.
Secara umum, music bangsa-bangsa didunia dapat dikelompokkan menjadi Musik Barat (Western Music) dan Bukan Musik Barat (Non Western Musik). Music barat ( Western Musik) adalah seni musik yang menggunakan tangga nada diatonic.4 Merujuk pada negeri kita Indonesia music tradisi dikenal dengan istilah Karawitan. Sebab tangga nada yang digunakan bukanlah tangga nada diatonik. Istilah Karawitan Bali diperkenalkan didunia ilmu pengetahuan kira-kira pada tahun 1950, yaitu sejak didirikannya konservatori karawitan Indonesia di Surakarta. Karawitan adalah seni suara tradisi Indonesia baik vokal maupun instrumental yang berlaraskan pelog dan selendro, dengan kata lain non diatonic. Menurut I Wayan Sinti, salah satu pakar karawitan Bali yang merupakan salah satu pengajar seni karawitan bali di luar negeri, menyebutkan dalam wawancara dengan penulis bahwa Karya cipta seni karawitan bali secara umum sesuai fungsinya dapat dibagi menjadi:

J. Pelanggaran Hak Cipta Bidang Penerbitan dan Percetakan

Sesuatu yang tidak pernah terdengar lagi dalam industri perbukuan edukasi (pelajaran) Indonesia justru mengemuka selama kurun tiga tahun terakhir ini perihal beberapa buku yang dikategorikan “bermasalah” dari sisi konten. Hal ini menimbulkan keprihatinan kita bersama terkait misi mencerdaskan kehidupan bangsa bahwa buku-buku yang digunakan di sekolah-sekolah itu justru mengandung konten yang membahayakan bagi perikehidupan bangsa.

IKAPI memandang kasus buku bermasalah ini akibat kelemahan dalam penyeliaan editorial yang dilakukan penerbit, baik kepada penulis, editor, layouter, maupun desainer sebagai stakeholders perbukuan yang penting dalam mata rantai industri buku. Dalam konteks ilmu editorial apa yang terjadi pada buku-buku edukasi bermasalah tersebut adalah mengabaikan poin KELEGALAN DAN KESOPANAN dari tujuh poin standar aktivitas editing.

7 Standar Aktivitas Editing

1. keterbacaan dan kejelasan;
2. konsistensi;kebahasaan;
3. kejelasan gaya bahasa;ketelitian data dan ketelitian fakta;
4. kelegalan dan kesopanan;
5. ketepatan rincian produksi.

Unsur keenam ini jika diabaikan akan sangat melemahkan posisi penerbit, termasuk asosiasi penerbit yang menaunginya semacam IKAPI karena dapat menyangkut perihal berikut ini:

1. delik pidana karena pelanggaran hak cipta orang lain (plagiat) kaitan dengan legalitas;
gangguan terhadap stabilitas nasional, termasuk membahayakan ideologi negara;
2. serangan terhadap norma-norma kepatutan, religi, adat istiadat, dan kearifan lokal yang dijunjung tinggi bangsa;
3. ketidakpatutan materi terhadap pembaca sasaran dari segi usia maupun tingkat pemahaman sehingga akan dianggap mengandung unsur yang membahayakan bagi anak/peserta didik;
4. ketidaklayakan materi disampaikan karena mengandung fitnah, pencemaran nama baik, berita bohong (hoax), pelanggaran SARA, dan pornografi.

Pelanggaran terhadap poin ini dapat mengundang reaksi banyak pihak dari lembaga negara (Presiden, DPR, dsb.), kementerian, Komnas Perlindungan Anak, pendidik, masyarakat, hingga LSM seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sehingga meskipun dilakukan oleh satu atau dua penerbit akan berdampak meluas pada penerbit buku edukasi secara keseluruhan dan dijadikan suatu argumen meragukannya pihak swasta (penerbit) ikut terlibat dalam penerbitan buku-buku edukasi. Soal ini sudah kita mafhumi bersama dari pernyataan-pernyataan Mendikbud tentang pengadaan buku edukasi (pelajaran) yang akan dilakukan terpusat dengan sebutan “buku babon”—salah satu alasan adalah untuk meredam terbitnya buku-buku edukasi bermasalah.

Kita dapat menggambarkan contoh beberapa kasus dalam buku edukasi, berikut ini.

1. Kasus pemuatan kisah Bang Maman dari Kalipasir dalam buku edukasi untuk SD adalah ketidakcermatan pemilihan kata (diksi) “istri simpanan” hingga melanggar kesopanan norma dan ketidaktepatan pembaca sasaran.
2. Kasus pemuatan soal dengan kunci jawaban yang mengarahkan pada jawaban ideologi komunis adalah ketidakcermatan menyajikan pilihan jawaban dan verifikasi silang kunci jawaban sehingga melanggar kesopanan yang membahayakan ideologi negara.
3. Kasus pemilihan gambar dengan menampilkan gambar artis porno asal Jepang meskipun dalam konteks berpakaian sopan adalah ketidakcermatan pemilihan gambar yang kerap dilakukan editor maupun layouter dengan mengambil sumber internet secara sembarangan sehingga kasus ini pun berkembang melanggar kesopanan hingga ditengarai mengandung unsur pornografi.
4. Kasus buku belajar membaca untuk SD yang mengandung pilihan kata “waria” pada contoh-contoh kata-kata yang dimulai dengan huruf /w/ adalah ketidakcermatan dalam pemilihan kata yang dihubungkan dengan pembaca sasaran sehingga berkembang melanggar kesopanan dalam konteks kepatutan terhadap adat istiadat bangsa.

Untuk itu, kami dari Pengurus Pusat Ikatan Penerbit Indonesia mengimbau para anggota IKAPI agar menaruh kepedulian yang lebih lagi dalam pembinaan penulis, editor, layouter, dan desainer. Dalam beberapa kasus dapat ditengarai bahwa kesalahan ataupun keteledoran yang dilakukan bisa mengandung unsur kesengajaan disebabkan keisengan para insan perbukuan tersebut. Di sisi lain, bisa juga disebabkan karena minimnya keterampilan dan pengetahuan editorial dikuasai para insan perbukuan tersebut. Dalam hal ini memang harus ditegaskan bahwa tidak ada kompromi untuk perbuatan iseng ataupun minimnya pengetahuan serta keterampilan editorial ketika menangani buku-buku edukasi karena menyangkut masa depan generasi bangsa Indonesia.

IKAPI telah mendirikan Akademi Literasi dan Penerbitan Indonesia (ALINEA) dengan mata kursus Writing & Publishing Academic Book dan Copyediting Skills sebagai upaya meningkatkan kemampuan para penulis serta editor untuk menghindarkan hal-hal yang tidak patut dalam penulisan dan penerbitan buku edukasi. Selain itu, IKAPI juga membuka kerja sama bagi IKAPI Daerah dalam penyelenggaraan lokakarya ataupun pelatihan editorial di daerah yang materi dan pematerinya akan didukung dari ALINEA-IKAPI.

Industri buku edukasi kita harus diselamatkan dengan justru merapatkan barisan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas penerbitan buku edukasi. Kelemahan-kelemahan editorial harus segera ditutupi untuk menghindarkan masalah-masalah konten meluas menjadi isu nasional dan berdampak serius terhadap industri buku edukasi.
K. Pelanggaran Hak Cipta Bidang Televisi Dan Radio
Akhir-akhir ini, beberapa stasiun TV nasional menyajikan pelbagai program dengan modal video dari Youtube. Sebutlah misalnya On the Spot dan Spotlight di Trans7, Hot Spot dan Top Banget di Global TV, Woow! di Anteve dan Top 5 di RCTI. Proses produksi acara seperti ini tergolong instan dan sangat murah dibandingkan pembuatan program-program konvensional. Iwan Awaluddin Yusuf (2012) memaparkan langkah-langkah pembuatan program instan di atas sebagai berikut. Pertama, tim kreatif menentukan tema yang dianggap menarik dan mengembangkannya menjadi draft naskah. Draft ini diperiksa kelayakannya oleh produser sebelum disetujui. Langkah kedua adalah mengunduh video dari Youtube sesuai tema yang telah ditentukan. Terakhir, video unduhan dari Youtube dan naskahnya diserahkan ke bagian editing. Menurut Iwan, unsur penting dalam editing ini adalah penyempurnaan kualitas video dan pengisian suara narator (voice over). Menariknya, produksi acara dengan langkah seperti ini memakan kurang dari 10 juta rupiah per episode. Jika programnya tidak memakai pembawa acara dan tidak memerlukan syuting, biayanya hanya sekitar 700 ribu rupiah, tapi pemasukan dari iklan sama besarnya dengan program yang dibuat secara regulers! Sungguh menggiurkan…
Program TV yang sepenuhnya berisi video-video Youtube memunculkan keraguan atas legalitasnya dari perspektif hukum hak cipta. Legalkah tindakan tersebut? Seandainya legal, etiskah mengomersilkan video gratisan yang diunduh dari Youtube? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita harus melihat bagaimana konsep hak cipta dijalankan oleh Youtube, sebagaimana tercantum dalam Syarat dan Ketentuan di situs ini. Saat mengunggah videonya di Youtube, pengunggah dapat memilih salah satu di antara dua lisensi, yakni lisensi Youtube standar (standard Youtube license) atau lisensi Creative Commons (CC). Dengan lisensi standar, pengunggah video mengizinkan semua orang untuk menonton videonya di Youtube tanpa membayar, tapi tetap melarang download, redistribusi, modifikasi, komersialisasi atau penggandaan atas videonya. Lisensi ini adalah lisensi default, artinya semua pengunggah video secara otomatis dianggap memilih opsi ini jika tidak memilih lisensi yang kedua, yakni Creative Commons (CC). Bisa dikatakan mayoritas video di Youtube memakai lisensi standar, karena umumnya pengunggah malas mengutak-atik opsi ini dan merasa nyaman pada posisi default. Sebaliknya, jika pengunggah memilih opsi yang kedua, Creative Commons (CC), maka orang lain bebas menggandakan, mendistribusikan dan menyiarkan videonya. Di samping itu, semua orang juga dibebaskan untuk memodifikasi dan mengomersilkan video tersebut. Hanya saja, jumlah video yang menggunakan lisensi CC sangat kecil dibandingkan dengan yang memakai lisensi standar. Pengguna Youtube dapat melihat di bawah video, di mana ada keterangan apakah pengunggah memakai lisensi jenis pertama atau kedua.
Dengan kata lain, video Youtube yang bebas dikomersilkan adalah yang memakai lisensi CC, sementara video dengan lisensi standar hanya boleh ditonton di Youtube. Artinya, video dengan lisensi CC adalah jenis yang “aman” dipakai untuk acara-acara TV berbasis Youtube. Tapi karena mayoritas video di Youtube menggunakan lisensi standar, patut dipertanyakan apakah para pembuat acara TV berbasis Youtube tersebut benar-benar hanya menggunakan video berlisensi CC? Jika iya, apa buktinya? Faktanya acara-acara berbasis Youtube itu tidak menyertakan declaration yang secara tegas menyatakan bahwa semua video yang mereka tayangkan adalah berlisensi CC. Di sisi lain, mengurus izin penayangan setiap video yang berlisensi standar akan memakan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Langkah terakhir ini tentu bertentangan dengan motif awal memakai video dari Youtube, yakni proses yang cepat dan murah meriah. Mengingat acara-acara berbasis Youtube tersebut tayang hampir setiap hari, kemungkinannya sangat kecil para produser tersebut mau repot-repot mengontak pemilik hak cipta dan bernegosiasi untuk membeli hak siar videonya. Jika memang ini kasusnya, maka mereka melakukan pelanggaran serius terhadap hak cipta dan bisa dituntut secara pidana maupun perdata, selain mempermalukan Indonesia yang sudah dikenal sebagai surganya pembajak.
Sebagian acara TV berbasis Youtube mencantumkan alamat URL dari setiap video yang mereka tayangkan. Di akhir acara, secara khusus ada credit title terima kasih kepada Youtube. Apakah dua langkah ini membebaskan pembuat acara dari dugaan pelanggaran hak cipta? Belum tentu. Sebab, sifat pelanggaran hak cipta adalah berbeda dari plagiarisme, di mana dalam plagiarisme nama pengarang atau pembuat sebuah karya tidak dicantumkan atau disembunyikan. Plagiator hendak memberi kesan bahwa karya yang dia tampilkan adalah karya ciptaannya sendiri dengan menyembunyikan sumber. Sementara dalam pelanggaran hak cipta, pokok persoalannya adalah ketiadaan izin atau lisensi dari pencipta untuk menyiarkannya. Youtube sendiri telah menyatakan bahwa hak cipta atas video yang diunggah ada pada pemiliknya. Situs ini cuma bertindak sebagai media untuk ‘menyiarkan’ video tersebut. Itulah kenapa dalam Guideline-nya Youtube mendorong stasiun televisi untuk mengontak pengunggah video secara langsung dan meminta izin untuk menyiarkannya. Maka, mencantumkan link dari sebuah video Youtube tak bisa menggugurkan kewajiban untuk minta izin ke pengunggah videonya. Pendeknya, kompleksitas konsep hak cipta yang melekat pada video Youtube tidak bisa diterobos hanya dengan mencantumkan link video dan ucapan terima kasih ke Youtube, sebab isu pokoknya adalah ada atau tidaknya izin.
Alangkah eloknya jika tim produksi acara-acara berbasis Youtube lebih berhati-hati dalam menggunakan video dari Youtube. Pertama, sebaiknya mereka hanya memilih video-video yang berlisensi Creative Commons (CC) atau, jika menggunakan video berlisensi standar, memperoleh izin dari pengunggah video. Tapi, langkah pertama ini tidak diperlukan jika pemakaiannya adalah pemakaian wajar (fair use). Pengertian pemakaian wajar adalah pemakaian dengan durasi sekedarnya; untuk acara berita (news reporting) dan bukan entertainment; dan untuk dikomentari atau di-review. Kedua, mengikuti anjuran dari Youtube untuk media yang menggunakan videonya, program siaran harus menyebutkan nama asli pengunggah video yang ditampilkan. Jika ini tidak memungkinkan, nama akun pemilik videolah yang harus ditampilkan, bukan alamat URL-nya. Terakhir, para pembuat acara TV berbasis Youtube harus menyertakan declaration bahwa semua video yang mereka tampilkan diperoleh dengan sah dan tidak melanggar hak cipta. Dengan deklarasi ini, para pembuat acara tersebut mendidik mereka sendiri dan masyarakat untuk menghargai karya cipta. Penghargaan atas hak cipta pada gilirannya akan merangsang pembuatan karya-karya cipta berbasis kreativitas, sains dan informasi yang berkontribusi pada kemajuan peradaban manusia.
L. Contoh Pelanggaran Hak Cipta Bidang Riset Dan Pengembangan
Masih teringat pada kunjungan Bill Gates ke Indonesia di tahun 2008, yang disambut Presiden RI secara protokoler di Istana Negara. Rupanya Bill Gates sebagai seorang “raja” dari kerajaan bisnis teknologi informasi tidak dianggap sebagai tamu biasa.
   
Bagi Bill Gates sendiri tentu bukan yang pertamakalinya ia menerima penghormatan hangat dari seorang kepala negara asing yang dikunjunginya. Ia telah mengunjungi berbagai negara yang dianggap penting dan memiliki prospek yang bagus untuk masa depan kerajaan bisnis teknologi informasinya, diantaranya India dan China.
   
Bill Gates adalah sosok yang boleh dibilang amat populer di dunia teknologi informasi.  Bukan saja karena keuletan dan kegigihannya dalam pencapaian hingga dapat mengubah dunia seakan lebih kecil dari ukuran sesungguhnya, namun bahkan telah mempercepat proses transformasi peradaban manusia menuju era dunia maya. Ia juga telah memberi inspirasi bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi di berbagai belahan dunia.
   
Sinyal Keprihatinan
Gates tentu memiliki segudang pengalaman yang kuat dalam perjalanan bisnisnya hingga begitu percaya bahwa betapa pentingnya hak kekayaan intelektual (HKI) dalam bisnis teknologi informasi. Kendati dengan perasaan khawatir dia harus tetap berjuang membangun Microsoft Corporation agar bisa mengungguli Apple yang dipimpin pesaingnya, Steve Jobs yang sudah lebih dulu sukses.
   
Bagi Gates bisnis adalah suatu permainan, perang intelektual dan kemampuan. Ia tidak akan lengah mengabaikan perlindungan terhadap hasil kreasi orang-orang yang mendukung dalam menjalankan bisnisnya di industri TI. Di sisi lain,  Gates adalah seorang ambisius yang memiliki keinginan meminggirkan pesaing-pesaing seperti Apple atau IBM. Lebih jauh dari itu,  terkesan bisa jadi ia tidak menyukai pertumbuhan kemampuan teknologi informasi suatu negara yang menjadi tujuan pasarnya. Pada dasarnya Gates tidak akan mentolerir kegiatan pelanggaran atas hak cipta piranti lunak, karena hal itu akan mencederai   eksistensi kerajaan bisnisnya.
   
Pada Tahun 1997 klaim Amerika atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan Indonesia mencapai   668,2  juta  dollar AS,   dan  256,1 juta  dollar  AS  diantaranya  di  bidang  program komputer. Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 2007, Indonesia tercatat sebagai negara pada urutan  ketiga  terburuk di dunia setelah Zimbabwe dan Vietnam dalam penggunaan piranti lunak komputer illegal.

Pada tahun 2008, di saat kunjungan Bill Gates ke Indonesia, tercatat adanya kenaikan angka kerugian bila mengacu pada laporan Business Software Association (BSA) dan International Data Corporation (IDC). Laporan tersebut mengungkapkan  bahwa potensi kerugian Amerika Serikat mencapai US$ 544 juta dari pembajakan perangkat lunak di Indonesia di tahun itu. Angka tersebut menegaskan  tingkat pembajakan telah mencapai angka 85%. Konon sebagaimana dilansir berbagai media massa,  Indonesia tercatat pada posisi 12 besar dari 110 negara yang melakukan pembajakan di dunia.
   
Keprihatinan Bill Gates atas maraknya pelanggaran hak cipta di Indonesia rupanya diungkapkan dengan menyodorkan beberapa paket penawaran Bill Gates kepada pemerintah Indonesia. Paket penawaran Bill Gates ini pada dasarnya lebih berorientasi pada pengembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah perluasan pemanfaatan komputer di dunia pendidikan dengan menggunakan perangkat lunak secara gratis. Kemudian tawaran kerjasama riset di bidang pengembangan vaksin flu burung. Hal ini mengingat flu burung sedang menjadi isu penting di tengah masyarakat Indonesia.
   
Pada dasarnya paket tawaran Bill Gates tersebut hanya merupakan bagian dari strategi pemasaran model Gates, walaupun dapat dianggap sebagai sinyal keprihatinan atas maraknya pelanggaran hak cipta piranti lunak. Sebelumnya ada pendapat bahwa alasan mahalnya harga piranti lunak menyebabkan maraknya pembajakan di Indonesia. Itu semua tentu saja sudah masuk di kepala Gates.

Impian IGOS
Sulit bagi Indonesia untuk menampik tawaran Gates, pasalnya Indonesia sudah memasuki dunia informasi yang tidak mungkin mundur ke belakang. Sementara perkembangan teknologi informasi sudah demikian pesat seiring pesatnya perpindahan level teknologi dari generasi tertentu ke generasi yang lebih maju.
   
Terlepas dari persoalan pembajakan hak cipta, Microsoft Corporation nampaknya sudah dapat membuktikan sendiri bahwa perjalanan bisnisnya di Indonesia justru semakin kuat. Terutama setelah kadatangan Bill Gates ke Indonesia dengan mengusung gagasan memajukan pendidikan melalui program biaya murah penggunaan komputer.
   
Sementara penerapan Open Source Software (OSS) dalam rangka Indonesia, go open source (IGOS) sebagaimana digagas pemerintah Indonesia yang semula diperkirakan akan dapat mengurangi dominasi piranti lunak berlisensi secara signifikan, ternyata tidak terbukti. Setidak-tidaknya terkesan pemerintah tiba-tiba memperlambat larinya sebelum mencapai garis finish.
   
Faktanya belum banyak instansi pemerintah yang melakukan migrasi dari software berlisensi ke open source, kecuali Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara,  Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan disusul beberapa kantor pemerintah daerah, khususnya di Propinsi Bali. Walaupun demikian migrasi ke open source di beberapa instansi tersebut rupanya belum menyeluruh. Hal ini disebabkan masih dijumpainya beberapa kelemahan dari OSS yang dikembangkan, sehingga sebagian masih nyaman menggunakan piranti lunak berlisensi.
   
Program IGOS merupakan semangat untuk meningkatkan penggunaan piranti lunak sumber terbuka di Indoneisa. Implikasinya akan memberi lebih banyak alternatif penggunaan piranti lunak oleh masyarakat secara legal dan terjangkau. Sementara perkembangan TI dunia sebagaimana yang diinginkan Bill Gates akan mengarah pada pencapaian impian 10 tahun mendatang terhitung sejak kunjungan pertamakalinya ke Indonesia di tahun 2008. Dimana setiap orang akan dengan mudah berhubungan dengan layar tampilan apa saja yang terdekat. Hal ini tentu saja ini menjadi peluang yang menjanjikan bagi industri piranti lunak. 
   
Impian Bill Gates sah-sah saja. Demikian pula impian bangsa Indonesia untuk bisa menekan tingkat pembajakan melalui upaya penerapan OSS adalah sah adanya. Impian suatu bangsa yang merdeka dan menghormati persaingan sehat serta terbuka dalam semangat globalisasi.

Kesiapan Indonesia
Pendekatan Bill Gates lewat isu pendidikan nampaknya amat taktis dan sangat mengena. Bertepatan ketika Indonesia menyadari bahwa dunia pendidikan tidak boleh tertinggal dalam pemanfaatan teknologi informasi. Melalui dunia pendidikanlah akan lebih mudah membuka hubungan luas dengan dunia luar. Aplikasi komputer selain di dunia bisnis memang sangat tepat diaplikasikan di dunia pendidikan.
   
Kebutuhan mendesak dunia pendidikan terhadap aplikasi software yang mutakhir dengan perkembangan informasi global nampaknya lebih cepat terjawab oleh industri piranti lunak berkelas dunia seperti Microsoft. Sementara penerapan OSS masih saja tertatih-tatih. Kendati pun penggunaan piranti lunak sumber terbuka ini diperkirakan akan mampu mengurangi praktek pembajakan terhadap piranti lunak berlisensi.
   
Sejauh ini ada anggapan bahwa kebijakan atas penerapan OSS adalah merupakan langkah keliru yang dapat melemahkan industri perangkat lunak dan melemahkan daya saing jangka panjang, maka anggapan tersebut hanyalah merupakan upaya kalangan yang berkepetingan dengan dominasi pasar, hingga mencoba merumuskan kembali suatu definisi pelecehan terhadap hak cipta dan mencoba mengkaitkannya dengan isu melemahnya upaya penegakan hukum atas pelanggaran hak cipta di Indonesia, khususnya di bidang piranti lunak.
   
Pada bulan Februari 2010 International Intellectual Property Alliance (IIPA) yang berkedudukan di Amerika membuka anggapan bahwa Indonesia telah mengabaikan penghormatan terhadap hak cipta. Bahkan lembaga swasta ini mengusulkan  United State Trade Representative (USTR) untuk memasukkan Indonesia, Brazil, India, Filipina, Thailand dan Vietnam dalam daftar negara-negara yang perlu diawasi secara ketat. Alasannya antara lain karena kebijakan pemerintah negara-negara ini yang mendorong penggunaan Open source Software di Institusi Pemerintah.
   
Memang pada akhirnya kebijakan pemerintah untuk mendorong migrasi penggunaan piranti lunak ke sumber terbuka (OSS) tidak akan berhasil jika tidak mendapat dukungan masyarakat. Hal ini karena pemerintah tidak mungkin mengupayakan lebih jauh dari sekedar himbauan. Pemerintah hanya dapat memfasilitasi hak masyarakat dalam bidang penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi informasi.
   
Indonesia dengan segala potensi yang dimiliki memerlukan tokoh-tokoh sukses yang mampu memberi inspirasi. Bill Gates adalah salah satu kisah sukses yang paling dikenal dan menjadi panutan masyarakat ilmu pengetahuan. Sudah semestinya kita berani berharap pada generasi muda ilmu pengetahuan di negeri ini agar muncul sebagai inspirator di bidang pengembangan OSS menuju generasi maju. Pada akhirnya masyarakat akan memiliki banyak pilihan dan menentukan sendiri secara bebas.  (Media HKI, Vol. VIII/Desember 2011/ humasristek)
N. Pelanggaran Hak Cipta Bidang Layanan Komputer Dan Peranti Lunak
Permasalahan penelitian mengenai : 1) Peraturan perundang-undangan apa sajakah yang berhubungan dengan pengaturan pembajakan perangkat lunak komputer, 2) Bagaimanakah kesesuaian hukum nasional di bidang HaKI khususnya yang terkait pembajakan perangkat lunak komputer dengan perkembangan globalisasi dalam hukum perekonomian internasional, dan 3) Bagaimana perumusan kebijakan penal mengenai pembajakan perangkat lunak komputer sebagai tindak pidana. Tujuan penelitian untuk memahami Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengaturan pembajakan perangkat lunak komputer, mengkaji kesesuaiannya secara nasional dengan perkembangan globalisasi, dan mendeskripsikan perumusan kebijakan penalnya. Metoda penelitiannya sebagai penelitian deskriptif dan penelitian hukum normatif maupun sosiologis, sehingga pendekatannya socio-legal, dan pendekatan yuridis-kriminologis. Pada Tahun I ini terutama menggunakan sumber data sekunder, khususnya bahan hukum, dengan informan ditentukan secara purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi kepustakaan, juga discussion group. Teknik Analisis dengan melakukan inventarisasi, identifikasi, penyusunan asas-asas hukum dan penemuan doktrin dilakukan analitis-induktif. Di samping itu, merekontruksi teoritik dan data dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyangkut peraturan Perundang-undangan yang berhubungan dengan Pengaturan Pembajakan Perangkat Lunak Komputer terutama dalm UU Hak Cipta yaitu UU No. 19 Tahun 2002 telah tegas memasukkan program komputer/perangkat lunak komputer menjadi salah satu obyek yang dilindungi. Namun demkian bisa terkait pula dengan Perundang-undangan HaKI lainnya seperti: UU No. 15 Tahun 2001 (Merek), UU No. 32 Tahun 2000 (Desain Tata Letak Sirkutt Terpadu), UU No. 14 Tahun 2001 (Paten). Selain itu tentu saja dimungkinkan ketentuan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) sebagai induk hukum pidana, UU No. 36 Tahun 1999 (Telekomunikasi). Juga ada Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2004 (Sarana Produksi Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Disc). Dalam hubungan internasional Indonesia terikat ketentuan dalam TRIPs mengenai pengaturan pembajakan perangkat lunak komputer terdapat dalam Artikel 10 tentang Computer Programs and Compilations of Data, penegakan hukum ditentukan dalam Part III : ENFORCEMENT OF INTELLLECTUAL PROPERTY RIGHS (Artcle 41 -61), dan ketentuan hukum pidana dalam Artikel 61 (Criminal Procedures). Trend global pengaturan tindak pidana berkaitan dengan pembajakan perangkat lunak komputer dapat dikaji dalam dokumen-dokumen internasional. Di antaranya disebutkan adanya transnational criminal organizational., software piracy, computer - related criminality, crimes related computer networks, Cyber Crime. Penyesuaian Hukum Nasional di bidang HaKI khususnya yang terkait Pembajakan Perangkat Lunak Komputer dengan Perkembangan Globalisasi Hukum Perekonomian Internasional berhubungan dengan GATT/WTO maka pemerintah Indonesia telah mengesahkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Perdagangan Dunia Organisasi ) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Di dalamnya ada ketentuan TRIPs Agreement, yang harus dilaksanakan dalam legislasi mengenai HaKI. Pelanggaran hak cipta pada prinsipnya merupakan perbuatan yang bertentangan atau melanggar hak eksklusif, baik hak ekonomi maupun hak moral dari pencipta atau pemegang hak cipta. Khusus mengenai pelanggaran hak cipta sebagai tindak pidana, yang artinya sebagai perbuatan yang dilarang dan yang melakukannya dapat dikenai sanksi pidana, diatur dalam Pasal 72 sampai dengan Pasal 73 (Bab XIII Ketentuan Pidana). Perumusan dalam Pasal 72 Ayat (3): (khusus komputer). Simpulan yang diperoleh adalah dalam era globalisasi menempatkan kedudukan negara yang tidak lagi memonopoli kekuasaan, karena banyak institusi non-negara yang juga ikut mempengaruhi tata pergaulan internasional, di antaranya organisasi seperti WTO. Globalisasi memunculkan perkembangan kejahatan berupa kejahatan transnasional termasuk kejahatan berkaitan dengan HaKI khususnya pembajakan perangkat lunak komputer. Indonesia sudah memiliki secara lengkap produk legislasi mengenai HaKI. istilah tindak pidana pembajakan perangkat lunak/program komputer bukan resmi dalam undang-undang, sebenarnya merupakan perbuatan menyimpangi hak esklusif pencipta/pemegang hak cipta khususnya hak memperbanyak dan mengumumkan yang dilakukan secara tidak sah. Saran-saran yang diajukan berkaitan dengan pembuatan produk legislasi penyesuaiannya dengan ketentuan internasional (global) tetap dengan filter kepentingan nasional, tetap mempertimbangkan kondisi sosial-budaya dan ekonomi masyarakat karena berkaitan dalam implementasinya. Perlu ditinjau lagi penentuan tindak pidana hak cipta sebagai delik biasa (alternatif penegasan delik aduan relatif atau absolut), jika tetap sebagai delik biasa berpotensi penyalahgunaan aparat penegak hukum, untuk itu perlu tranparansi dan pengawasan masyarakat. Kerjasama perlu ditingkatkan antara pelaku usaha di bidang komputer, para pembuat program, dan masyarakat konsumen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar